Jumat, 23 April 2010

Makna Dua Kalimat Syahadat yang Wajib Diketahui


Melafadzkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan tuntutannya merupakan rukun dasar agama Islam. Namun sayang, banyak orang yang tidak memahami maknanya. Lebih dari itu, banyak yang meyakini bahwa maksudnya cukup dengan mengucapkannya tanpa memahami dan mengamalkan.

Keutamaan dua kalimat syahadat

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang bersaksi bahwa tiada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya; dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; dan bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang sampaikan kepada Maryam serta ruh dari-Nya; dan bersyahadat pula bahwa surga dan neraka adalah benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, seberapapun amal yang sudah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih)

Dan dalan Shahih Muslim dan lainnya, hadits marfu' dari Utsman radliyallah 'anhu,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga." (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Saya bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim)

Dari 'Ubadah bin al Shamit radliyallah 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atasnya." (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencukupkan dua kalimat syahadat untuk para sahabat. Yaitu untuk mengucapkannya, mengamalkan arahannya, lalu melaksanakan konsekuensinya berupa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melaksanakan segala macam ibadah, selalu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla, dan menjauhi berbagai tradisi syirik. Inilah makna ucapannya, Laa Ilaaha Illallaah. Sedangkan ikrarnya "Muhammad Rasulullah" mengharuskannya taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengikutinya.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencukupkan dua kalimat syahadat untuk para sahabat.

Yaitu untuk mengucapkannya, mengamalkan arahannya, lalu melaksanakan konsekuensinya berupa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melaksanakan segala macam ibadah, selalu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla, dan menjauhi berbagai tradisi syirik.

Makna di atas dipahami oleh orang yang mengerti bahasa Arab, termasuk kandungannya yaitu nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Kalimat ini tidak cukup hanya dilisankan saja, namun harus dipahami maknanya, diamalkan tuntutannya secara dzahir dan batin. Allah Ta'ala berfirman,

"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)

"Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)." (QS. Al Zukhruf: 86) dan ayat semisal yang menjelaskan ilmu (memahami makna) menjadi syarat kalimat syahadatain.

Karena itulah, ketika seorang musyrik mengucapkan dua kalimat syahadat secara dzahir dia dilindungi dan darahnya dijaga sehingga dia diuji dan dilihat setelah itu. Jika dia istiqamah di atas agamanya dan konsisten dengan tauhidnya serta mengamalkan ajaran Islam, maka dia sebagai muslim. Dia mendapat hak dan kewajiban sebagaimana kaum muslimin lainnya. Jika dia menyelisihi tuntutan syahadatnya, meninggalkan sebagian syariat Islam dengan menentang dan mengingkarinya, atau menghalalkan sesuatu yang sudah sangat jelas keharamanya, maka kalimat ini tidak bisa menjaminnya.

Banyak cendekiawan dan kaum awam pada zaman sekarang, entah karena bodoh atau taklid, telah rusak akidah mereka dan tumbuh kejahilan terhadap dien dan arahan dua kalimat syahadat ini. Bahkan, makna bahasa Arab secara umum, karenanya tidak heran jika mayoritas mereka tidak memahami makna dua kalimat syahadat, terang-terang melakukan hal yang membatalkannya, mencukupkan dengan membacanya berulang-ulang disertai keyakinan mendapat pahala besar, kebaikan, terjaga harta dan darah, tanpa memahami maknanya dan mengamalkan tuntutannya. Karena itulah, sangat dibutuhkan penjelasan makna dua kalimat syahadat ini sebagai iqamatul hujjah bagi orang yang tindakannya bertentangan dengan tuntutannya dan meyakini kalimat syadahat cukup dibaca berulang-ulang lantas mejadi muslim yang sempurna tauhidnya.

Kalimat syahadat tidak cukup hanya dilisankan saja, namun harus dipahami maknanya, diamalkan tuntutannya secara dzahir dan batin.

Makna Kalimat Laa Ilaaha Illallaah

Para du'at dan ulama sangat memperhatikan materi kalimat tauhid, terutama tentang maknanya. Syaikh Sulaiman bin Abdillah dalam Taisir al 'Aziz al Hamiid, hal 53 menjelaskan, "Makna Laa Ilaaha Illallaah adalah tidak ada yang diibadahi dengan benar kecuali tuhan yang satu, yaitu Allah yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَمَاً أَرْسَلْنَا مِن قًبلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِيَ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهً إِلاَّ أَنَاْ فَاعْبُدُونِ

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"." (QS. Al Anbiya': 25)

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu'." (QS. Al Nahl: 36)

Benar, bahwa makna al Ilaah adalah al ma'bud (yang diibadahi). Karena inilah, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbicara kepada kafir Quraisy, "Ucapkan Laa Ilaaha Illalaah!" mereka menjawab, "Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shaad: 5)

Kaum Huud berkata, "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?" (QS. Al A'raaf: 70) Padahal Nabi Huud hanya mengajak mereka kepada Laa Ilaaha Illallaah.

Inilah makna Laa Ilaaha Illallaah, yaitu ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah maksud kufur dengan taghut dan iman kepada Allah.

Makna Laa Ilaaha Illallaah yaitu ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah maksud kufur dengan taghut dan iman kepada Allah.

Kalimat agung ini mengandung makna bahwa selain Allah bukan tuhan. Pengakuan tuhan selain Allah merupakan kebatilah terbesar, dan mentapkan dia tuhan adalah kezaliman yang terburuk. Tak seorangpun berhak diibadahi selain Dia, sebagaimana tidak pantas disebut tuhan kecuali hanya Allah. Kalimat ini juga mengandung nafyu ilahiyah (meniadakan ketuhanan) selain Allah dan mentapkannya hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena itu, kalimat ini memerintahkan untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah dan melarang menjadikan tuhan bersama Allah. Nafyu dan itsbat inilah yang dipahami oleh orang yang diseru kepada tauhid atau kalimat Laa Ilaaha Illallaah.

Semua bentuk ibadah yang hadir kerena pengabdian hati kepada Allah dengan cinta, ketundukan, dan kepatuhan kepada-Nya semata masuk dalam kategori uluhiyah. Maka wajib mengesakan Allah dengan ibadah itu, seperti doa, rasa takut, kecintaan, tawakkal, taubat, menyembelih, bernadzar, sujud, dan macam ibadah lainnya. Wajib memberikan semua itu kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Lalu siapa yang memberikan sedikit saja dari ibadah tadi kepada selain Allah maka dia telah menjadi musyrik walau ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah; jika tidak mengamalkan tuntutannya, berupa tauhid dan ikhlash.

ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbicara kepada kafir Quraisy, "Ucapkan Laa Ilaaha Illalaah!"

Mereka menjawab, "Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shaad: 5)

Makna Syahadat Muhammad Rasulullah

Dalam mengikrarkan kalimat syahadat harus disertai dengan mengetahui maknanya. Keduanya saling berkaitan, tidak bisa dipisahkan. Maka bagi orang yang mengucapkannya wajib mengetahui maksud kalimat itu, meyakini maknanya, dan menerapkannya dalam hidup.

Dan setelah kita memahami bahwa Laa Ilaaha Illallaah tidak cukup dilafadzkan saja, begitu juga dalam kalimat pasangannya (Muhammad Rasulullah), harus disertai dengan membenarkan risalahnya, komitmen dengan makna dan tuntutannya. Yaitu keyakinan yang menghujam dalam hati bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus oleh Tuhannya 'Azza wa Jalla, Dia telah memandatkan syari'at ini sebagaimana risalah (kerasulan), memerintahkan untuk menyampaikannya kepada umat, dan mewajibkan kepada seluruh umat untuk menerima risalahnya dan berjalan di atasnya. Hal itu bisa direalisasikan dengan memahami beberapa persoalan berikut ini:

Pertama, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah spesialis dalam risalah ini.

Allah Ta'ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ

"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya." (QS. Al Qashash: 68)

"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan." (QS. Al An'aam: 124)

"Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS. Shaad: 47)

Ayat-ayat serupa sangat banyak yang menunjukkan bahwa para rasul dari kalangan manusia yang telah Allah muliakan, Allah pilih dan sucikan, sehingga mereka layak untuk mengemban risalah, penjaga syariat dan agama-Nya, dan menjadi perantara antara Dia dengan Hamba-hamba-Nya. Allah telah menyebutkan kondisi sebagian kaum yang mendustakan para rasul, mereka telah berkata kepada rasul mereka, "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga." (QS. Ibrahim: 10) Lalu para rasul menjawab,

إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ

"Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." (QS. Ibrahim: 11)

Terlebih lagi Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai penutup para rasul dan seorang rasul terbaik. Allah telah mengistimewakan beliau daripada rasul sebelumnya. Beliau adalah makhluk pilihan yang diangkat menjadi rasul untuk seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia.

Nabi Muhammad maksum dari kesalahan

Umat sepakat bahwa para nabi semuanya maksum (terjaga) dari dosa besar, karena bisa menghilangkan sifat istimewa dan pilihan. Hal ini karena Allah akan mengembankan risalah-Nya kepada mereka agar disampaikan kepada seluruh manusia. Karena itu, mereka harus bisa menjadi teladan bagi umatnya, memberi peringatan agar menjauhi kekufuran dan dosa, kefasikan dan maksiat. Seandainya kesalahan dan kemaksiatan itu nyata maka pada mereka, maka musuh-musuh Islam punya bahan untuk mencela pribadi mereka dan merusak syari'at yang mereka bawa. Ini akan menghilangkan hikmah Allah Ta'ala.

Sesungguhnya di antara bentuk rahmat-Nya, Dia menjaga para nabi-Nya dari mengerjakan kesalahan-kesalahan ini, Allah sendiri juga melarang mereka, menjelaskan keburukan yang ditimbulkannya; sebagaimana Dia mejadikan mereka sebagai teladan dalam zuhud dan menjauhi syahwat dunia yang bisa menyibukkan dari negeri akhirat. Namun, boleh jadi dosa-dosa kecil bisa terjadi pada mereka sebagai ijtihad, tapi tidak menjadi ketetapan, tidak merusak kredibilitasnya, dan tidak menghilangkan kenabian dari mereka. Semua itu sebagai bukti bahwa mereka manusia biasa yang tidak tahu ilmu ghaib dan tidak menyandang sedikitpun dari sifat rububiyyah.

Para mufassir dan ulama telah menyebutkan sebagian kejadian itu, seperti firman Allah Ta'ala:

وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya." (QS. Al An'aam: 52)

Dan firman-Nya,

وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لَاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا

"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka." (QS. Al Isra': 73-74)

Dan kejadian semacam itu yang dilakukannya sebagai bentuk ijtihad karena menyangka ada maslahat yang besar, sedangkan Allah tahu semua itu tidak akan terwujud. Allah telah menjaga beliau shallallahu 'alaihi wasallam dari melakukan adapun maksiat dan dosa atau membenarkannya karena menghilangkan sifat kerasulan dan sebagai manusia pilihan. Juga karena berseberangan dengan arahan beliau untuk menjauhi kekufuran, kefasikan, dan maksiat. Dari sisi tabligh (menyampaikan) pesan Allah berupa syari'at, maka para ulama bersepakat atas kemaksuman beliau bahkan kemaksuman seluruh nabi dalam menyampaikan risalah Allah, berupa wahyu dan syariat, bahkan Allah telah menjaga beliau dari kesyirikan, zina dan semisalnya, jauh sebelum menjadi Nabi.

Para ulama bersepakat atas kemaksuman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahkan kemaksuman seluruh nabi dalam menyampaikan risalah Allah, berupa wahyu dan syariat,

Allah juga telah menjaga beliau dari kesyirikan, zina dan semisalnya, jauh sebelum menjadi Nabi.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Aku tidak pernah kepingin sesuatu yang biasa dilakukan orang-orang jahiliyah dan aku juga tidak pernah kepingin melakukan keburukan sehingga Allah memuliakanku dengan risalah-Nya." (Disebutkan oleh al Qadli 'Iyadh dalam kitabnya al Syifa dan lainnya)

Ibnu Ishaq berkata dalam sirahnya, "ketika Rasullullah telah beranjak dewasa, Allah menjaganya, melinduginya dari kotoran dan keburukan jahiliyah. Ketika ingin memuliakannya dan menjadikannya sebagai rasul –di kala itu berada di atas agama kaumnya- sehingga beliau menjadi seorang pemuda yang paling mulia perilaku dan akhlaknya, paling bagus pergaulannya, paling baik kepada tetangganya, paling gagah posturnya, paling amanat dan paling jauh dari sifat dan akhlak tercela yang bisa mengurangi kemuliaan dan kesuciannya, sampai-sampai mendapat julukan dari kaumnya sebagai Al Amiin (sangat terpercaya). . ."

Oleh: Badrul Tamam

(PurWD/voa-islam.com)

Duhai Lelaki yang Memiliki Iman...



Dadaku sesak
Setiap kali melihat ceceran darah itu
Tubuh yang terpisah dari kepalanya
Usus yang terburai
Kepala yang pecah
Tubuh yang hangus terbakar
Muslim-muslimah yang ditelanjangi.

Amarahku membara.
Setiap kali kumelihat seringai tawa itu
Sorot mata yang penuh nafsu
Mulut yang senantiasa berucap kehinaan
Tangan yang senantiasa menyiksa mencabik kehormatan
Kaki yang senantiasa menendang dan memburu
Bak singa yang kelaparan
Tingkah tak ubahnya binatang
Tak pantas disebut manusia.!

Fathimah, Nadia, Aisyah
Siapa lagi yang akan terenggut kehormatannya
dipenjara yang pengap itu?

Oh Rabbi,
Mereka memandangku
Matanya begitu sayu
Namun bibir itu bertasbih, bertahmid, bertakbir
Mereka meronta meminta belas kasih saudaranya.

Ya Rabbi,
Mereka berteriak
Innamal mu’minuuna ikhwah
Innamal mu’minuuna ikhwah
Mereka menagih kalam-Mu itu pada kami.

Ya Rabbi,
Hati ini bertanya
Apakah masih ada yang menyambut seruan itu?
Seruan meminta pertolongan
Selamatkan izzah kami, selamatkan agama yang ada dihati kami!!!

Ya Rabbi,
Bahkan mereka mengancam
Kan kuadukan kehormatanku pada Mu ya Allah,
Mereka saudara-saudaraku tak lagi peduli pada ayat-ayat-Mu,
”Barangsiapa meninggalkan saudaranya yang membutuhkan pertolongan
maka dia akan ditinggalkan oleh-Nya ketika terdesak dalam kesulitan.”

Ohhh...Rabbul Izzati,
Apa yang harus kulakukan ?
Hanya lisan yang menyeru saudara seakidah
untuk menyambut panggilan-Mu
Itulah yang kulakukan.

Wahai orang yang mempunyai iman
Apakah jiwamu terbakar ketika mendengar jerit mereka?
Apakah dirimu merasakan pula sakitnya siksaan yang mereka alami?

Duhai lelaki yang mengaku memiliki iman
yang menangis diwaktu manusia tertidur lelap
yang dilebihkan atasnya kekuatan
yang dikhususkan baginya syari’at berperang
yang lemah lembut terhadap kaum mukmin
dan yang keras terhadap kaum kafir
Duhai lelaki yang ketika mendengar seruan-Nya, hatinya gemetar.

Bersiaplah wahai diri yang dirindukan syurga
Istanamu telah menanti
Isteri akhiratmu telah menunggu

Sambutlah panggilan-Nya
Sambutlah panggilan saudaramu
di negeri-negeri yang terjajah.
Persiapkanlah diri kalian
untuk menghadapi kaum terlaknat itu
iman, ilmu, fisik dan materi
kami menunggu berita kemenangan atau syahid yang mulia.

Adakah yang terpanggil hatinya?
Lakukanlah tindakan nyata!
Apakah kesana ada yang mencari jalan ?
Tentu ada
Tapi hanya jiwa yang kokoh imannya dan terpilih jiwanya....

Saudarimu yang merindu
berjumpa Rabb-nya di medan Jihad

[Syauqiyyah Syahidah]

Jika Para Syuhada Tidak Mati, di Manakah Arwah Mereka?


Syahid dalam medan jihad memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam. Al Qur'an dan al Sunnah telah banyak menyebutkan keutamaannya. Para sahabat dan ulama salaf telah berlomba untuk mendapatkannya.

Kesyahidan adalah nikmat

Al Qur'an menyebutkan bahwa kesyahidan merupakan anugerah nikmat dari Allah bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Anugerah ini menghantarkan pemiliknya kepada kesempurnaan hidup, keberuntungan dan kebahagiaan. Allah berfirman:

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al Nisaa: 69)

Maksud syuhada' pada ayat di atas, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman al Sa'di, adalah orang-orang yang berperang fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah, lalu mereka terbunuh.

Kemudian di akhir ayat, Allah menyebutkan bahwa mereka adalah teman terbaik di surga bagi orang yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Para syuhada' tidak kehilangan nikmat dunia

Allah Ta'ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Ali Imran: 169-170)

Syaikh al Sa'di rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya bahwa dalam ayat yang mulia ini terdapat keutamaan dan kemuliaan para syuhada' serta karunia dan anugerah yang Allah berikan kepada mereka. . . .

Kemudian berkaitan dengan balasan orang yang berjihad fi sabilillah dalam memerangi musuh Islam untuk meninggikan kalimatullah lalu gugur di dalamnya, mereka tidak seperti yang kamu kira, yaitu mereka telah mati dan kehilangan kenikmatan dunia dan kesenangannya. Padahal hal inilah yang membuat banyak orang khawatir, para pengecut takut berperang dan tidak rindu syahid. Tetapi mereka mendapatkan nikmat yang lebih besar (banyak) daripada yang diperebutkan orang-orang yang berlomba untuk memperolehnya. Mereka hidup di sisi Tuhan-nya di negeri kemuliaan.

Di sana, mereka mendapatkan rizki dari berbagai kenikmatan yang tidak akan pernah diketahui sifatnya kecuali oleh orang yang Allah beri. Allah menyempurnakan anugerah nikmat kepada mereka dengan mengabungkan antara nikmat badan berupa rizki dengan nikmat hati dan ruh dalam bentuk kebahagiaan terhadap karunia yang dianugerahkan kepada mereka. Sehingga sempurnalah kenikmatan dan kebahagiaan mereka."

Berkaitan dengan hal ini Dr. Abdullah Azzam menceritakan pengalamannya, “dan sungguh kami telah melihat sebagian dari bukti-bukti yang jelas, yang menunjukkan secara nyata bahwa para syuhada’ itu hidup." Umar Hanif menceritakan kepadaku (Abdullah Azzam), dia berkata, “aku telah membuka dengan tanganku dua belas kuburan para syuhada’. Maka aku tidak mendapati seorang syahidpun yang berubah jasadnya; dan aku lihat sebagian meraka tumbuh jenggotnya dan panjang kukunya di dalam kubur.”

Dan kisah dari DR. Babrak yang syahid di Urgun dan mereka membawanya ke Phabi (kamp Muhajirian Afghan di Pesyawar). Ketika anak-anaknya menjenguk (sepulang) dari sekolah dan berdiri disamping kepalanya, dia (Dr. Babrak) menangis dan air matanya mengalir diatas wajahnya."

“Aku telah membuka dengan tanganku dua belas kuburan para syuhada’. Maka aku tidak mendapati seorang syahidpun yang berubah jasadnya; dan aku lihat sebagian meraka tumbuh jenggotnya dan panjang kukunya di dalam kubur.” Kesaksian Umar Hanif

Bau darah syuhada' seperti aroma kesturi

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya! Tidaklah seseorang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang terluka di jalanNya- melainkan dia akan datang pada hari kiamat dengan darah yang berwarna darah (merah) sedangkan baunya seharum kesturi.” (HR. Bukhari)

Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh di sakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Al Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti kesturi.” (Kado Istimewa Untuk Sang Mujahid, karya Syaikh Dr. Abdullah Azzam)

Dan sungguh di sakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Al Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti kesturi. (DR. Abdullah Azam)

Di manakah arwah syuhada'?

Setelah mengetahui keutamaan mati syahid dan kemuliaan para syuhada', bahwa mereka hakikatnya tidak mati dan tidak kehilangan kenikmatan. Lalu kita bertanya, "di manakah arwah mereka sebenarnya?"

Arwah para syuhada' ditempatkan di surga Firdaus yang tertinggi. Hal ini didasarkan pada hadits Rasullullah shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda kepada Ummu Haritsah binti Nu’man -putranya gugur di perang badar-ketika dia bertanya kepada beliau (tentang nasib putranya): “Di mana dia?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ”Sesungguhnya dia ada disurga Firdaus yang tinggi.” (HR. Al Bukhari)

Dalam Shahih Muslim, dari Masyruq rahimahullah, berkata: "Kami bertanya kepada Abdullah tentang ayat ini (QS. Ali Imran: 169)

Dia menjawab, "adapun kami telah bertanya tentang hal (kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), lalu beliau menjawab:

"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)

Imam al Darimi dalam sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata: "kami telah bertanya kepada Abdullah tentang arwah para syuhada'. Kalau bukan Abdullah, maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata, "arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat berada di perut burung hijau. Dia memiliki lentera-lentera yang tergantung di 'Asry. Dia terbang di dalam surga ke mana saja yang dikehendakinya. Kemudian dia kembali ke lentera-lentera tadi, lalu Rabb mereka memuliakan mereka dengan berkata: "Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: "tidak, kecuali kami dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan Allah ) untuk kesekian kali."

Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan, ". . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh mereka di kembalikan ke jasad-jasad mereka untuk berjihad lagi atau untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah Ta'ala dan merasakan nikmatnya (gugur) di jalan Allah." Walahu A'lam

Para Syuhada' meminta dikembalikan lagi ke dunia, padahal mereka sudah berada di surga, untuk merasakan nikmatnya gugur di jalan Allah sebagai syuhada'

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengetahui kenikmatan yang diperoleh para syuhada'. Karenanya beliau pernah menyampaikan keinginannya untuk gugur di jalan Allah dalam sabdanya:

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan meninggal di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu terbunuh, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh." (HR. Al Bukhari)

Sesungguhnya kematian di jalan Allah tidak seseram yang kita bayangkan. Banyak hadits dan kisah yang memaparkan bahwa para syuhada' tidak merasakan sakit berlebih ketika menemui kesyahidan, kecuali seperti tercubit.

Disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “orang yang mati syahid itu tidak merasakan (rasa sakit) pembunuhan kecuali sebagaimana seorang di antara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)

Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (rasa sakit) pembunuhan kecuali sebagaimana seorang di antara kalian merasakan (sakitnya) cubitan. (al Hadits)

Masih takutkah kita untuk berjihad fi sabilillah dan menemui kesyahidan di jalan Allah?

Oleh: Purnomo

(PurWD/voa-islam.com)

Kamis, 22 April 2010

Tanda Dekatnya Kiamat: Zina Dianggap Halal


Oleh: Badrul Tamam

Pengakuan Erdian Aji Prihartanto alias Anji, vokalis grup Musik Drive sebagai ayah biologis anak Sheila Marcia Joseph sempat meramaikan hiburan infotainmen Indonesia beberapa hari lalu. Banyak yang menyanjung dan menilai positif pengakuannya tersebut. Bahkan, tidak sedikit yang menganggapnya sebagai pahlawan. Walaupun pengakuan tersebut berarti pengakuan bahwa Anji telah berzina dengan ibu Leticia Carlotte Josep.

Ya, begitulah cara pandang masyarakat Indonesia yang tidak lagi menempatkan nilai agama dan norma pada urutan pertama. Padahal perzinahan, dalam Islam, sebuah perbuatan yang haram dan hina. Bahkan, seburuk-buruk orang Islam pun pasti tahu haramnya zina.

Inilah zaman yang sekarang kita hidup. Zaman yang kejahatan zina tersebar di mana-mana dan terlihat sebagai sesuatu yang biasa, sampai-sampai perbuatan ini masuk ke rumah kaum muslimin. Sehingga mudah kita dapatkan seseorang malah bangga ketika anaknya masuk ke rumah dengan menggandeng pacarnya. Kita berlindung kepada Allah dari musibah ini.

Sering juga kita dengar seorang gadis yang hamil di luar nikah. Kita akan melihat ayah dan ibunya sangat bingung dan malu. Namun, ketika ada seseorang yang siap menikahinya maka hilanglah kesedihan dan rasa malu. Bahkan tidak sedikit yang memeriahkan pesta pernikahan anaknya yang sudah mulai terlihat besar perutnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebingungan dan rasa malu mereka bukan karena anak gadisnya melakukan zina, tapi karena anaknya hamil dan belum ada yang siap menjadi ayahnya. Na'udzu billah min dzalik!

Tersebarnya zina terdukung oleh faktor pemicunya yang tersebar bebas di masyarakat seperti majalah dan film parno, televisi dengan tayangan yang vulgar, sinetron umbar aurat, film layar lebar yang sering dengan bumbu aksi-aksi mesum, dan pertunjukan pornoaksi dalam bungkus hiburan musik, dan media-media lainnya.

Tersebarnya zina dengan seperangkat sarana-sarana pendukungnya merupakan isyarat bahwa hancurnya dunia ini memang semakin dekat, tinggal menunggu waktu. Berikut ini beberapa keterangan hadits yang membenarkan kesimpulan di atas:

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan pada Qatadah, “Sungguh aku akan memberitahukan pada kalian suatu hadits yang tidak pernah kalian dengar dari orang-orang sesudahku. Kemudian Anas mengatakan,

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا

"Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya kebodohan, diminumnya khamr, merebaknya perzinaan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna "merebaknya perzinahan" adalah zina tersebar dan dianggap biasa sehingga orang-orang yang berzina tidak lagi sembunyi-sembunyi karena banyaknya orang yang melakukan zina. (Disarikan dari Fathul Baari)

Makna "merebaknya perzinahan" : zina tersebar dan dianggap biasa sehingga orang-orang yang berzina tidak lagi sembunyi-sembunyi karena banyaknya orang yang melakukan zina.

Sesungguhnya sunnah Allah berlaku pada makhluk-Nya, di mana jika perzinaan merajalela, maka Allah murka kepada mereka. Jika kemurkaan Allah terus berlangsung, maka Dia akan menurunkan adzab-Nya ke bumi. Abdullah bin Mas’ud, berkata, "Tidaklah muncul perzinaan di sebuah negeri, kecuali Allah mengumumkan kehancurannya."

Dalam hadist Aisyah radliyallah 'anha, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah pada shalat gerhana matahari beliau bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

"Wahai umat Muhammad, tidak ada yang lebih tersinggung (ghirah) melebihi Allah ketika seorang hamba laki-laki dan perempuan berzina. Hai umat Muhammad seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Kemudian, Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Allah, apakah hal ini sudah aku sampaikan?” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada rahasia yang penting dibalik penyebutan dosa besar zina pada saat shalat kusuf. Yaitu maraknya perzinaan adalah tanda-tanda akan hancurnya dunia dan semakin dekatnya hari kiamat, dan gerhana adalah satu satu bentuk tanda kiamat.

Imam al Qurthubi dalam kitabnya al-Mufhim Limaa Asykala min Talkhiishi Muslim, dalam mengomentari hadits Anas di atas, mengatakan:

"Dalam hadits ini terdapat tanda kenabian, yaitu beliau shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan beberapa perkara yang akan terjadi, lalu secara khusus telah terjadi pada zaman sekarang ini." (Fathul Baari: 1/179)

Kalau hal ini telah terjadi pada zaman imam al Qurthubi, maka pada zaman kita sekarang ini lebih banyak lagi, mengingat semakin banyaknya kebodohan terhadap dien dan semakin tersebarnya kerusakan di antara manusia.

. . . maraknya perzinaan adalah tanda-tanda akan hancurnya dunia dan semakin dekatnya hari kiamat . .

Zina Dianggap Halal

Pada akhir zaman banyak orang tidak malu-malu lagi melakukan zina. Zina tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang hina dan memalukan. Hal ini dikarenakan banyaknya tontonan zina dan banyaknya orang yang berzina. Sehingga ketika seorang laki-laki ketahuan berzina terasa tidak ada beban asal bertanggungjawab mau menikahi wanita zinanya. Wal 'iyadl Billah!

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Abu Malik al Asy'ari bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

"Sungguh ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan (menganggap halal perzinahan, sutera, minuman keras, dan musik-musik." (HR. Bukhari)

Makna yastahilluuna (menghalalkan), menurut Ibnul 'Arabi adalah mereka meyakininya sebagai sesuatu yang halal, sehingga mereka terus-menerus melakukannya tanpa beban, seolah-olah menikmati sesuatu yang halal. (Disarikan dari ucapan Ibnul 'arabi dari Fathul Baari: 16/61 dari Maktabah Syamilah)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa umat ini sehingga orang-orang lelaki menerkam wanita di tengah jalan (dan menyetubuhinya) dan di antara mereka yang terbaik pada waktu itu berkata, "alangkah baiknya kalau saya sembunyikan wanita ini di balik dinding ini." (HR. Abu Ya'la. Al Haitsami berkata, "perawi-perawinya shahih." Lihat Majmu' Zawaid: 7/331)

Dan pada akhri zaman, setelah lenyapnya kaum muslimin, tinggallah orang yang jelek yang seenaknya saja melakukan persetubuhan seperti keledai. Diriwayatkan dari al-Nawwas radliyallah 'anhu:

وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ

"Dan ingatlah manusia-manusia yang buruk yang seenaknya saja melakukan persetubuhan seperti keledai. Maka pada zaman mereka inilah kiamat akan datang." (HR. Muslim)

Gambaran semacam ini sudah nampak di negeri kita, sebagaimana yang dilakukan para pelacur yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di beberapa tempat keramaian atau taman kota, dan juga yang terjadi di pinggir-pinggir pantai, tempat wisata. Tapi, jika dibandingkan di Barat mungkin belum lah separah di sana. Namun, tidak menutup kemungkinan yang di Barat pun akan terjadi di sini, sebagaimana fenomena akhir-akhir ini terjadi, sebagian orang sudah berani merekam perbuatan bejatnya bersama wanita zinanya. Maka mungkin saja, zina di jalan-jalan dapat terjadi.

"Dan ingatlah manusia-manusia yang buruk yang seenaknya saja melakukan persetubuhan seperti keledai. Maka pada zaman mereka inilah kiamat akan datang." (al hadits)

Dari Abdullah bin Umar radliyallah 'anhuma, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai orang-orang bersetubuh di jalan-jalan seperti layaknya keledai.” Aku (Ibnu ‘Umar) berkata, “Apa betul ini terjadi?”. Beliau lantas menjawab, “Iya, ini sungguh akan terjadi.”

Fenomena zina di akhri zaman, boleh jadi lebih para daripada yang terjadi pada zaman jahiliyah. Orang-orang jahiliyah memandang buruk perzinahan yang dilakukan secara terang-terang. Berbeda dengan pandangan umum masyarakat modern, zina dianggap sebagai sebuah kebebasan yang diagungkan. Bahkan, orang yang melarang zina dianggap melanggar HAM.

Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma berkata: "Mereka pada masa jahiliyah memandang zina yang lakukan dengan sembunyi-sembunyi tidaklah mengapa. Namun, mereka memandang buruk zina yang dilakukan dengan terang-terangan. Lalu Allah mengharamkan zina yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan." (Dinukil dari Fathul Baari)

Orang-orang jahiliyah memandang buruk perzinahan yang dilakukan secara terang-terang. Berbeda dengan pandangan umum masyarakat modern, zina dianggap sebagai sebuah kebebasan yang diagungkan.

Semoga mereka yang sudah terjerumus ke dalam kubangan haram segera kembali ke jalan yang benar. Meninggalkan segala bentuk keharaman dan mencari yang halal. Dan semoga Allah meneguhkan keimanan umat ini dari berbagai fitnah zaman yang menghawatirkan. Ya Allah, Tunjuki kami kepada kebenaran dan berilah kekuatan untuk mengikutinya. Dan palingkan kami dari kebatilan dan anugerahkan kami kekuatan untuk menjauhinya. Amin Ya Mujiibbas Sailiin!!!

(PurWD/voa-islam.com)

Pelatih Sepak Bola Mesir: Saya Lebih Baik Mati Kelaparan Daripada Melatih Israel!


Usai memenangi Piala Afrika 2010 yang baru saja berlalu, Hasan Shehata menjadi rebutan berbagai negara untuk melatih kesebelasan sepak bolanya. Maklum, dengan trofi Piala Afrika 2010 tersebut, artinya Shehata telah mengantarkan Mesir menjadi juara untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.

Salah satu yang meminatinya ternyata Israel. Bahkan dunia sepakbola Israel telah banyak menerima kabar ini. Tapi apa tanggapan Shehata?

"Saya lebih suka mati kelaparan daripada melatih Israel," katanya kepada harian Mesir Al-Masry al-Youm, hari ini Selasa (9/2), beberapa jam yang lalu. "Saya bisa mengerti bahwa Israel sangat cemburu akan keberhasilan timnas Mesir. Tapi dari perspektif saya, itu tidak mungkin untuk menginjakkan kaki saya di Israel atau melatih timnya—bahkan jika sekalipun Israel adalah satu-satunya negara di dunia ini yang ingin mempekerjakan saya."

Dia melanjutkan: "Bagaimana Zionis berpikir bahwa saya akan melatih para pembunuh anak-anak dan orang tua? Bagaimana bisa saya bekerja melatih sebuah tim yang mewakili bangsa penjajah?"

"Dari sejak saya dilahirkan, saya telah mendengar tentang pembunuhan Israel terhadap orang-orang Arab, dari tingkat kota hingga ke desa." tambahnya.

Pelatih veteran ini, yang diberi julukan oleh pers Mesir sebagai "Sang Guru", sekarang tampaknya akan lebih berkonsentrasi untuk mengantarkan timnas Mesir lolos ke Piala Dunia 2014 di Brasil.

Hmm, tampaknya, penguasa dan politisi Mesir perlu meniru orang tua ini: katakan tidak pada Yahudi! (sa/hrtz)
voa-islam

Harus Ada Niat Untuk Berjihad


Segala puji bagi Allah yang telah mewajibkan ibadah jihad. Dengannya, Allah menjanjikan bagi mujahidin memperoleh kekuasaan di muka bumi dan kemenangan atas orang-orang kafir. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad. Manusia terbaik. Dia telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad hingga ajal menjemputnya. Semoga shalawat dan salam juga terlimpah kepada keluarganya, para sahabat, dan umatnya yang berpegang dengan sunnah-sunnahnya.

Zaman kita ini adalah zaman ujian dan fitnah terhadap Islam yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah. Dunia tanpa terkecuali mengumumkan perang terhadap terorisme, maksudnya terhadap jihad. Dunia menolak terorisme dengan segala bentuknya, namun hanya ditujukan kepada kaum muslimin. Akhirnya Islam dan kaum muslimin menjadi pihak tertuduh.

Di manapun engkau melihat Islam di suatu negeri

Engkau akan dapati, ia laksana burung yang patah kedua sayapnya

Kelompok Islam yang teguh memerangi kesyirikan dan kekufuran berikut para pemeluknya karena kedzaliman mereka, menjadi terget utama. Bangsa-bangsa kafir dan para sekutunya mengerumuni mereka dari berbagai penjuru. Namun, Allah memberikan keteguhan sehingga mereka tetap eksis di atas jalan jihad. Tidak akan membahayakan mereka, baik oleh orang-orang yang menelantarkan mereka dari kalangan umat Islam yang enggan berjihad, penakut, atau tenggelam dalam kehidupan dunia yang hina. Demikian juga, tidak akan membahayakan mereka orang-orang kafir, murtad, dan para pelaku bid'ah sesat yang senantiasa menyelisihi dan menentang jalan mereka. Kelompok itu adalah Thaifah Manshurah, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

"Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari umatku yang tampil di atas kebenaran. Tidak akan membawa madharat bagi mereka orang-orang yang menelantarkan mereka dan tidak pula orang-orang yang menyelisihi mereka sehingga datang urusan Allah . ." (HR. Muslim dan Ahmad). Dan salah satu ciri utama mereka adalah senantiasa berjihad di jalan Allah.

Jihad adalah satu-satunya alternatif bagi umat Islam untuk melawan agresor kaum kafir yang telah menguasai negeri-negeri kaum muslimin pada hari ini. Allah Ta'ala berfirman:


وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. Al Baqarah: 217)

Di dalam jihad terdapat kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya meninggalkan jihad terdapat kerugian dunia dan akhriat. Allah Ta'ala berfirman,

قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلَّا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ

"Katakanlah: 'tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. . . " (QS. Al Taubah: 52)

Yaitu, bisa jadi kemenangan dan kekuasaan serta boleh jadi kesyahidan (mati syahid) dan surga. Mujahid yang masih hidup akan meraih kemuliaan di dunia dan memperoleh pahala di dunia dan pahala akhirat. Mujahid yang gugur maka dia masuk surga. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

يُعْطَى الشَّهِيدُ سِتَّ خِصَالٍ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهِ يُكَفَّرُ عَنْهُ كُلُّ خَطِيئَةٍ وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُزَوَّجُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ

"Orang yang mati syahid akan diberikan padanya enam bagian: Dia diampuni semenjak tetesan pertama darahnya, diperlihatkan tempatnya di surga, dikenakan pakaian iman, dinikahkan dengan 72 bidadari surga, dijaga dari fitnah kubur, dan aman dari guncangan akbar (pada hari kiamat)." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan lainnya) dan keutamaan-keutamaan lainnya masih sangat banyak.

Meniatkan diri untuk berjihad

Seorang muslim yang menyadari kondisi zamannya dan memahami janji Allah dalam ibadah jihad akan bertekad memenuhi panggilan jihad kapan saja panggilan itu datang. Ia senantiasa bersiap diri dan berjanji untuk segera berjihad jika diminta berangkat atau diminta pertolongan oleh rekan-rekannya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "apabila kalian diminta untuk berangkat maka berangkatlah." (HR. al Bukhari dalam Shahihnya)

Apabila seseorang telah meniatkan diri berjihad, kemudian tertinggal dari jihad atau tidak mampu berangkat jihad, pasti dia bersedih. Allah telah menceritakan kisah tentang kaum 'Asy'ariyin –yaitu para sahabat yang tidak mampu membekali diri untuk berangkat jihad–; "Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS. Al Taubah: 92)

Termasuk bukti keseriusan nita seseorang untuk berjihad adalah bersedih dan menyesal ketika dia tertinggal dari jihad di jalan Allah, lalu keadaannya seperti yang diungkap dalam sebuah sya'ir:

Tatkala disebutkan perang dan syahadah

Berkobarlah kerinduanku kepada jannah

Tatkala singa Allah meraung di medan perang

Menyalalah kerinduan kepada jihad dengan terang

Aduhai diriku yang berjihad pun tak lagi mampu

Betapa sedih saat ini karena menyesali masa yang telah lalu

Adapun orang yang mengatakan, "Al Hamdulillah, Allah tidak membutuhkan bantuan kita," ketika tertutup jalan atau tidak bisa berjihad. Maka orang semacam ini tergolong orang yang membenci jihad dan tidak punya tekad berjihad. Orang seperti ini serupa dengan kaum munafikin yang membenci jihad, tidak mau keluar berjihad kecuali karena terpaksa. Kalaupun mereka keluar ke medan jihad, mereka hanya melemahkan semangat jihad kaum muslimin dan berlari ketika bertemu musuh.

Sungguh sangat jauh berbeda antara orang yang menangis dan bersedih tatkala tertinggal jihad dengan orang yang menyembunyikan rasa senang dalam hatinya karena mendapatkan udzur (alasan) untuk tidak berjihad. Allah Mahatahu rahasia di dalam hati. Meniatkan diri untuk berjihad akan melenyapkan penyakit nifak dari diri seseorang.

Dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ, وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ, مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

"Barangsiapa meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan diri untuk berperang, maka dia mati di atas satu cabang dari kemunafikan."

Imam an Nawawi rahimahullah berkata dalam al Minhaj, "maknanya siapa yang melakukan ini, maka dia mirip dengan orang-orang munafik yang tertinggal dari jihad dalam sifat ini. Sebab meninggalkan jihad adalah satu cabang kemunafikan." (Al Minhaj: 13/50)

Syaikhul Islam mengatakan dalam al Fatawa, "yang dimaksud dengan nifak kecil adalah nifak dalam amal dan yang serupa, seperti berbohong ketika bicara, ingkar ketika berjanji, berhianat ketika diberi amanat, atau berlebihan ketika bertengkar. Termasuk dalam masalah ini adalah berpaling dari jihad. Sikap ini termasuk karakter orang-orang munafik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "barangsiapa meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan diri untuk berperang, maka dia meninggal di atas satu cabang kenifakan." (HR. Muslim)

Allah menurunkan surat Al Bara-ah (At Taubah) yang juga disebut Al Fadhihah (penyingkap) karena surat ini menyingkap orang-orang munafik. Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu berkata, "surat al Fadhihah ini turun dengan selalu menyebut 'dan mereka dan di antara mereka' hingga para sahabat pun menyangka tidak tersisa seorang pun kecuali disebutkan dalam surat ini."

Surat al Taubah ini turun di akhir peperangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu perang Tabuk tahun 9 Hijriyah. Pada saat itu Islam mendapatkan kemenangan. Maka, Allah menyingkap keadaan orang-orang munafik dan menyifati mereka sebagai pengecut dan meninggalkan jihad. Allah juga menyifati mereka sebagai orang bakhil dalam berinfak di jalan Allah dan pelit terhadap hartanya. Inilah dua penyakit besar: pengecut dan bakhil. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ

"Seburuk-buruk sesuatu yang terdapat pada seseorang adalah kikir lagi suka berkeluh kesah dan pengecut lagi lemah." (HR Abu Dawud)

Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (QS. Al Hujuraat: 15)

Dalam ayat di atas, Allah membatasi orang mukmin pada orang yang beriman dan berjihad. Sebaliknya, Allah mengabarkan orang yang menjauhi jihad bukan orang beriman. Allah berfirman (artinya); "Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya." (QS. Al Taubah: 45)

Allah memberitahukan bahwa orang beriman tidak akan meminta izin meninggalkan jihad. Dan orang-orang yang meminta izin adalah orang yang tidak beriman. Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan jihad tanpa izin?" (Majmu' Fatawa: 28/436)

Berhati-hatilah Anda, wahai saudaraku, agar tidak menyerupai orang munafik dan tidak meninggal dunia dengan menyimpan satu cabang dari kenifakan. Adapun orang yang mencela mujahidin dan mencela jihad dengan berbagai cara dan sebutan, seperti tergesa-gesa, tidak bermusyawarah dulu, maka seperti yang diungkapkan dalam sebuah sya'i:

Wahai kalian yang mencela pemuda kami karena jihadnya

Berhentilah mengecam dan mencela

Pantaskah dicela orang yang merindukan surga dan semerbak aromanya

Dia selalu menempuh jalan para penghuninya

Pantaskah dicela orang yang meninggalkan dunia dan permainannya

Dia bergegas menuju medan jihad dengan tekad bebas mulia

Pantaskan dicela orang dibeli Allah jiwanya

Dia berharap surga Firdaus yang kekal tiada fana

Janganlah kalian mencela jihad dan pembelanya

Karena itu tanda kemunafikan, maka hati-hatilah dan waspada

Siapa yang belum pernah meniatkan diri untuk berjihad atau juga

Belum pernah berjihad lalu meninggal dunia, maka dia meninggal dunia secara buruk lagi hina

Sesungguhnya jihad adalah jalan kemuliaan kita

Meninggalkannya menjadikan hidup kita hina dan menderita

Oleh: Purnomo

(PurWD/voa-islam.com)

Hadits Ghulam: Mengorbankan Diri untuk Tegaknya Tauhid


Sesunguhnya dasar utama Islam adalah dua kalimat syahadat. Yaitu Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah (Aku bersaksi tiada tuhan -yang berhak diibadahi- kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Seseorang sudah dianggap masuk Islam dengan mengikrarkan dua kalimat ini.

Dua kalimat syahadat ini tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Syahadat La Ilaha Illallah tidak sempurna, bahkan tidak syah, tanpa menyatakan syahadat Muhammad Rasulullah.

Di antara makna Syahadat Muhammad Rasulullah adalah meyakini dan mengakui dengan benar bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya kepada manusia secara keseluruhan. Dan keyakinan dan pengakuan ini menuntut empat perkara:

Membenarkan kabar beritanya.
Mentaati apa yang diperintahnya.
Menjauhi apa yang dilarang dan yang dicelanya.
Beribadah kepada Allah dengan apa yang disyariatkannya.
Pembenaran kabar berita dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencakup pemberitaan tentang perkara-perkara yang telah berlalu, yang sedang terjadi di masa beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan yang akan terjadi. di masa depan Semua itu bukan berasal dari diri beliau sendiri, tapi karena pemberitaan dari Allah Ta'ala.

Firman Allah Ta'ala:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm, 3-4)

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ

"Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa." (QS. Ali Imran: 44)

تِلْكَ مِنْ أَنْبَآءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِيْنَ

"Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Huud: 49)

وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ

"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. al-A'raf: 188)

Hadits Ghulam

Di antara kabar berita tentang perkara-perkara yang telah berlalu adalah hadits Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kisah ghulam (seorang remaja) yang mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan dienullah, menegakkan tauhid, dan meninggikan kalimat-Nya.

* * * *

Diriwayatkan oleh sahabat Shuhaib rahimahullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dahulu kala, pada umat sebelum kalian, ada seorang raja yang mempunyai seorang ahli sihir. Ketika ahli sihir itu sudah lanjut usia, ia berkata kepada sang raja:

إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلامًا أُعَلِّمُهُ السِّحْرَ

"Sungguh aku telah tua, oleh karena itu kirimkan seorang pemuda kepadaku untuk kuajari ilmu sihir."

Maka sang rajapun mengirimkan seorang ghulam kepadanya yang akan ia ajari ilmu sihir.

Dan ketika di jalan yang dilaluinya menuju tukang sihir, ia bertemu dengan seorang ahli ibadah (rahib). Lalu ghulam itu duduk di dekatnya dan mendengarkan ucapannya yang membuatnya kagum.

Setiap kali mendatangi tukang sihir, ia selalu melewati si rahib itu dan singgah di tempatnya. Ketika ia sampai kepada tukang sihir, tukang sihir itu memukulnya. Maka peristiwa itu diberitahukan kepada sang rahib, lalu rahib itu berkata:

إِذَا خَشِيْتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِي أَهْلِي ، وَإِذَا خَشِيْتََ أَهْلََكَ فَقُلْ حَبَسَنِي السَّاحِرَ

"Jika kamu takut pada tukang sihir, maka katakan: keluargaku menahanku. Dan jika kamu takut pada keluargamu, maka katakan: tukang sihir telah menahanku."

Ketika dalam rutinitasnya itu, di tengah perjalanannya, tiba-tiba ia bertemu dengan seekor binatang yang besar yang menghalangi jalan orang. Maka ia berkata:

اَلْيَوْمَ أَعْلَمُ السَّاحِرَ أَفْضَلُ أَمِ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ

"Hari ini, aku akan tahu, apakah tukang sihir yang lebih utama (benar) ataukah sang rahib?."

Kemudian ia mengambil sebuah batu seraya berkata:

اَللّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَةَ حَتَّى يَمْضِي النَّاسُ

"Ya Allah, jika ajaran sang rahib lebih engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini agar orang-orang dapat melanjutkan perjalanan mereka."

Kemudian ia melemparkan batu itu sehingga dapat membunuh binatang tersebut dan orang-orang pun dapat melanjutkan perjalanan mereka.

Selanjutnya, ghulam tadi mendatangi sang rahib dan menceritakan peristiwa tersebut. Maka sang rahib berkata padanya: "Wahai anakku sekarang engkau lebih baik dariku. Sebab urusanmu telah sampai pada tarap sang kusaksikan. Dan sungguh engkau kelak akan diuji. Jika engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan keberadaanku pada mereka."

Ghulam itu mulai mampu mengobati penyakit buta, kusta dan mampu menyembuhkan segala macam penyakit.

Pada suatu hari, orang kepercayaan sang raja yang buta mendengar berita tersebut. Lalu ia mendatangi pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak. Dia berkata: "Semua yang ada di sini akan menjadi milikmu jika engkau berhasil menyembuhkan penyakitku."

Pemuda itu menjawab:

إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا ، إِنَّمَا يَشْفِي اللهُ تَعَالَى ، فَإِنْ آمَنْتَ بِاللهِ تَعَالَى دَعَوْتُ اللهَ فَشَفَاكَ

"Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala. Jika engkau beriman kepada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu." Lalu ia-pun beriman kepada Allah Ta'ala dan Allah-pun menyembuh-kannya.

Selanjutnya orang itu menghadap sang raja dan duduk sebagaimana biasanya. Lalu sang raja berkata padanya; "Siapa yang mengembalikan (menyembuhkan) penglihatanmu.?"

Dia menjawab: "Rabb-ku."

Apakah engkau mempunyai Rabb selain diriku?" tanya sang raja.

"Rabb-ku dan Rabbb-mu adalah Allah," jawabnya.

Maka sang raja langsung menghukumnya dan terus menyiksanya sehingga orang itu menunjuk sang ghulam tadi.

Kemudian dipanggilah si ghulam, lalu sang raja berkata padanya: "Wahai anakku, sihirmu luar biasa hebatnya, dapat menyembuhkan sakit buta dan kusta, kamu juga telah melakukan ini dan itu."

Maka dia berkata:

إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا ، إِنَّمَا يَشْفِي اللهُ تَعَالَى

"Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala."

"Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala." jawab Ghulam

Maka pemuda tadi dihukum dan terus disiksa sehingga ia menunjuk keberadaan sang rahib."

Kemudian ditangkaplah sang rahib, lalu sang raja berkata padanya: "Tinggalkan agamamu ini." Namun ia menolak.

Lalu didatangkanlah gergaji, dan diletakkan di atas kepalanya, dan membelahnya sehingga tersungkurlah tubuhnya menjadi dua bagian.

Lalu dibawalah orang kepercaaan raja tadi, dan dikatakan kepadanya; "Tinggalkan agamamu ini." Namun ia menolak.

Lalu diletakkan gergaji di atas kepalanya, dan membelahnya sehingga kedua bagian tubuhnya tersungkur.

Lalu dibawalah ghulam tadi, dan dikatakan padanya; "Tinggalkanlah agamamu ini." Namun ia menolak.

Lalu ia menyerahkan pemuda tadi kepada pasukannya supaya di bawa ke atas gunung dan jika sudah sampai dipuncaknya ia ditawari untuk kembali kepada agamanya semula, jika tidak mau, ia dilemparkan ke bawah."

Kemudian mereka segera membawa si ghulam naik ke atas gunung. Ketika sudah sampai di atas si ghulam berdoa:

"Ya Allah, lindungi diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu."

Maka gunung itu-pun bergoncang sehingga mereka berjatuhan.

Kemudian ghulam dengan berjalan kaki menemui sang raja, lantas sang raja menanyainya: "Apa yang dilakukan pasukan yang membawamu?"

Dia menjawab: "Allah Ta'ala telah menghindarkan diriku dari kejahatan mereka."

Kemudian ghulam diserahkan kepada pasukannya yang lain, ia berpesan agar membawanya ke tengah laut dengan sebuah perahu. Jika dia mau kembali kepada ajarannya semula, maka ia selamat, namun jika tidak mau, dia dilemparkan ke tengah laut.

Lalu mereka berangkat dengan membawanya. Ketika sampai di tengah laut ghulam tadi berdoa:

اَللّهُمَّ اكْفِنِيْهِمْ بِمَا شِئْتَ

"Ya Allah, lindungi diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu."

Maka kapal itupun terbalik dan tenggelam.

Setelah itu ghulam datang kepada sang raja dengan berjalan kaki. Dan raja-pun berkata padanya: "Apa yang dilakukan pasukan yang bersamamu?"

Dia menjawab: "Allah Yang Maha Tinggi telah menyelamatkanku dari kejahatan mereka." Lebih lanjut, ghulam berkata kepada sang raja: "Sungguh engkau tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mau mengerjakan yang kuperintahkan."

Raja berkata: "Apa itu?."

Ghulam menjawab: "Kamu harus mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang (lapangan), lalu kamu menyalibku di sebuah batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, lalu letakkan anak panah pada busurnya dan kemudian ucapkan:

بِسْمِ اللهِ رَبِّ الْغُلَامِ

"Dengan menyebut nama Allah, Rabb si ghulam." Lalu lepaskanlah anak panah itu ke arahku. Sungguh jika engkau lakukan hal itu, kamu akan dapat membunuhku."

Maka sang raja-pun mengumpulkan orang-orang di suatu tanah lapang. Lalu ia menyalibnya di atas sebatang pohon. Lalu ia mengambil anak panah dari tempat anak panah ghulam. Selanjutnya ia meletakkan anak panah pada busurnya. Kemudian mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ رَبِّ الْغُلَامِ

"Dengan menyebut nama Allah, Rabb si ghulam."

Dan kemudian melepaskan anak panah itu dan mengenai pelipisnya. Lalu si ghulam meletakkan tangannya di pelipisnya, lalu ia meninggal dunia."

Saat itu orang-orang berkata: "Aamanna bi Rabbil ghulam." Kemudian ada orang datang kepada raja dan berkata kepadanya: "Tahukan engkau apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah kekhawatiranmu telah menjadi kenyataan, orang-orang telah beriman."

Kemudian raja itu memerintahkan untuk membuat parit berapi besar pada setiap persimpangan jalan. Dan raja itu berkata:

مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِيْنِهِ فَأَقْحِمُوهُ فِيْهَا

"Barangsiapa yang tidak kembali kepada agamanya semula, maka lemparkan ke dalam parit itu!." Atau dikatakan ceburkanlah dirimu.

Maka orang-orangpun melakukan hal tersebut sehingga datanglah seorang wanita bersama bayinya. Lalu wanita itu berhenti dan menghindar agar jangan terperosok ke dalamnya. Maka bayi itu berkata kepadanya: "Ya Ummah isbiri fa innaki 'alal haq" (wahai ibu, bersabarlah, sungguh negkau berada di atas kesabaran." (HR. Muslim)


Pelajaran dari hadits di atas

Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas. Tapi di sini kami akan menyebutkan sebagaian kecilnya saja.

Pertama, adanya ujian keimanan. Hal ini seperti yang disampaikan Rahib kepada ghulam setelah dia menceritakan keajaiban yang dialaminya, "Wahai anakku sekarang engkau lebih baik dariku. Sebab urusanmu telah sampai pada tarap sang kusaksikan. Dan sungguh engkau kelak akan diuji. Jika engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan keberadaanku pada mereka."

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala,

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. al Ankabuut: 2-3)

Kedua, Besarnya permusuhan orang kafir terhadap kaum mukminin dan dahsatnya penyiksaan mereka yang tidak berperikemanusiaan.

Kisah di atas merupakan kisah ashabul uhdud yang Allah cantumkan di dalam surat al-Buruj.

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

"Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, Ketika mereka duduk di sekitarnya, Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan Karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. al-Buruj: 4-8)

Allah, Dzat Yang menciptakan seluruh makhluk, memberi rizki mereka, dan Yang menetapkan takdir. Dzat yang Maha mengetahui, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, yang dzahir maupun yang batin, yang besar maupun yang kecil, yang jauh maupun yang dekat telah mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang kafir akan senantiasa memusuhi kita sehingga kita berpindah mengikuti ajaran agama mereka.

Allah berfirman:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللهِ هُوَ الْهُدَى وَلِئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيْرٍ

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah: 120)

وَدَّ كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

"Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran." (QS. al-Baqarah: 109)

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. al-Baqarah: 217)

Orang yang benar kekafirannya pasti-lah mereka memusuhi kaum muslimin. Dan apabila ada di antara mereka yang tidak memusuhi kaum muslimin berarti kekafiran mereka tidak benar-benar. Sebagaimana kaum muslimin, apabila Iman dan Islam mereka benar, pasti mereka menganggap orang-orang kafir sebagai musuhnya dan sebagai ancaman. Tapi dalam memusuhinya, mereka memiliki aturan-aturan syar'i yang harus dipatuhi. Dan apabila ada kaum muslimin yang menganggap orang-orang kafir sebagai teman, kawan bahkan saudara tanpa ada keyakinan sebagai musuh lalu diikuti dengan berkasih sayang dan saling berwali maka Iman dan Islam mereka perlu dipertanyakan.

Allah Ta'ala berfirman:

"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya, dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (QS. al-Mujadilah: 22)

Salah satu cara menanggulangi permusuhan mereka adalah dengan senantiasa menjaga keimanan dan mempersiapkan kekuatan. Supaya mereka merasa gentar dan tidak bisa menuruti kedengkian mereka.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَاسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّهُمْ وَءَاخَرِيْنَ لَا تَعْلَمُوْنَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. al-Anfal: 60)

Ketiga, Keberanian membela dan mengatakan kebenaran.

Keberanian ini ditunjukkan oleh ghulam ketika menyatakan di hadapan raja dzalim yang mengaku sebagai tuhan, bahwa Tuhannya adalah Allah, bukan raja. Dia juga menyandarkan kesembuhan kepada Allah melalui ucapannya, "Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala."

Tentunya dia paham resiko yang akan dihadapi ketika menyatakan hal tersebut. Namun, dengan taufiq dari Allah dia tetap menyatakan kebenaran di hadapan raja, tanpa harus menyembunyikan atau berkilah di hadapannya. Rasa takutnya kepada Allah jauh lebih besar daripada takutnya kepada raja.

Ini adalah bentuk jihad fi sabilillah, bahkan termasuk jihad yang paling utama. Karena subtansi dari jihad adalah upaya dan kesungguhan untuk meninggikan kalimatullah di muka bumi. Berkaitan dengan ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيْرٍ جَائِرٍ

"Jihad yang paling utama adalah berkata yang adil (benar) di hadapan pemimpin yang jahat." (HR. at-Tirmidzi dan ibnu Majah)


Dan berjihad dengan berkata yang benar dan jujur walau apapun akibatnya adalah salah satu dari tujuh pesan Rasulullah kepada Abu Dzar radliyallah 'anhu,

"Dan beliau menyuruhku untuk mengatakan al-hak (kebenaran) walaupun pahit rasanya * dan supaya aku tidak takut celaan orang yang mencela." (HR. Imam Ahmad)

Dalam beberapa hadits lain, Rasulullah mencela sikap diam dari mengatakan kebenaran karena takut kepada manusia ketika kondisi menuntutnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

أَلَا لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ رَهْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُوْلَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ. فَإِنَّهُ لَا يُقَرِّبُ مِنْ أَجَلٍ، وَلَا يُبَاعِدُ مِنْ رِزْقٍ أَنْ يَقُوْلَ بِحَقٍّ أَوْ أَنْ يُُّذَكِّرَ بِعَظِيْمٍ

"Ingatlah! janganlah ketakutan pada manusia menghalangi salah seorang kalian mengatakan kebenaran jika ia melihat dan menyaksikannya. Karena mengatakan kebenaran atau memperingatkan perkara yang besar tidak mendekatkan ajal dan tidak menjauhkan rizk." (HR. Ahmad)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lain, "Janganlah salah seorang kalian menghinakan dirinya sendiri, yaitu ketika ia melihat salah satu perkara Allah yang ia harus mengatakannya tapi ia tidak mengatakannya. Kelak pada hari kiamat ia akan ditanya; "apa yang menghalangimu untuk mengatakan ini dan itu?" ia menjawab: "takut pada manusia" maka Allah berfirman: "kepadakulah engkau lebih layak takut"." (HR. Ahmad)

Oleh: Purnomo

(PurWD/voa-islam.com)

Rabu, 21 April 2010

Kartini Bukan “Pahlawan Emansipasi”



Rabu, 21/04/2010 07:59 WIB | email | print | share

Tangal 21 April bagi wanita Indonesia, adalah hari yang khusus untuk memperingati perjuangan RA Kartini. Tapi sayangnya, peringatan tersebut sarat dengan simbol-simbol yang berlawanan dengan nilai yang diperjuangkan Kartini (misalnya, penampilan perempuan berkebaya atau bersanggul, lomba masak dan sebagainya yang merupakan simbol domestikisasi perempuan). Suara emansipasi pun terasa lebih kuat pada bulan April karena Kartini dianggap sebagai pahlawan emansipasi wanita.

Terlepas dari keterlibatan RA. Kartini sebagai pejuang dalam pemberdayaan perempuan di Indonesia, emansipasi sebenarnya diilhami dari gerakan feminisme di barat. Pada abad ke-19, muncul benih-benih yang dikenal dengan feminisme yang kemudian terhimpun dalam wadah Women’s Liberation (Gerakan Pembebasan Wanita).

Gerakan yang berpusat di Amerika Serikat ini berupaya memperoleh kesamaan hak serta menghendaki adanya kemandirian dan kebebasan bagi perempuan. Pada tahun 1960, isu feminisme berkembang di AS. Tujuannya adalah menyadarkan kaum wanita bahwa pekerjaan yang dilakukan di sektor domestik (rumah tangga) merupakan hal yang tidak produktif. Kemunculan isu ini karena diilhami oleh buku karya Betty Freidan berjudul The Feminine Mystiquue (1963).

Freidan mengatakan bahwa peran tradisional wanita sebagai ibu rumah tangga adalah faktor utama penyebab wanita tidak berkembang kepribadiannya. Ide virus peradaban ini kemudian terus menginfeksi tubuh masyarakat dan ‘getol’ diperjuangkan oleh orang-orang feminis.

Gencarnya kampanye feminisme tidak hanya berpengaruh bagi masyarakat AS pada saat itu, tetapi juga di seluruh dunia. Munculnya tokoh-tokoh feminisme di negeri-negeri Islam seperti Fatima Mernissi (Maroko), Nafis Sadik (Pakistan), Taslima Nasreen (Bangladesh), Amina Wadud (Malaysia), Mazharul Haq Khan serta beberapa tokoh dari Indonesia seperti Wardah Hafidz dan Myra Diarsi kemudian beberapa gerakan perempuan penganjur feminisme, seperti Yayasan Kalyanamitra, Forum Indonesia untuk Perempuan dan Islam (FIPI), Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Yayasan Solidaritas Perempuan dan sebagainya, setidaknya menjadi bukti bahwa gerakan inipun cukup laku di dunia Islam. Bahkan tak hanya dari kalangan wanita, dari kalangan pria juga mendukung gerakan ini seperti Asghar Ali Engineer, Didin Syafruddin, dan lain-lain.

Dalam perjuangannya, orang-orang feminis seringkali menuduh Islam sebagai penghambat tercapainya kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan. Hal ini dilakukan baik secara terang-terangan maupun ‘malu-malu’. Tuduhan-tuduhan ‘miring’ yang sering dilontarkan antara lain bahwa hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti ketaatan istri terhadap suami, poligami juga dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menimbulkan potensi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sementara itu peran domestik perempuan yang menempatkan perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dianggap sebagai peran rendahan. Busana muslimah yang seharusnya digunakan untuk menutup aurat dengan memakai jilbab (Q.S Al-Ahzab:59) dan kerudung (Q.S An-Nur:31) dianggap mengungkung kebebasan berekspresi kaum perempuan. Lalu benarkah R.A Kartini dalam sejarahnya merupakan pahlawan emansipasi, sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis?

Andai Kartini Masih Hidup

Dalam buku Kartini yang fenomenal berjudul Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang, R.A Kartini saat itu menuliskan kegelisahan hatinya menyaksikan wanita Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa. Tujuan utama beliau menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki, tidak lebih. Ia begitu prihatin dengan budaya adat yang mengungkung kebebasan wanita untuk menuntut ilmu.

Kartini memiliki cita-cita yang luhur pada saat itu, yaitu mengubah masyarakat, khususnya kaum perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan, juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme, untuk kemudian beralih ke keadaan ketika kaum perempuan mendapatkan akses untuk mendapatkan hak dan dalam menjalankan kewajibannya. Ini sebagaimana terlihat dalam tulisan Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 oktober 1902, yang isinya, “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Menurut Kartini, ilmu yang diperoleh para wanita melalui pendidikan ini sebagai bekal mendidik anak-anak kelak agar menjadi generasi berkualitas. Bukankah anak yang dibesarkan dari ibu yang berpendidikan akan sangat berbeda kualitasnya dengan mereka yang dibesarkan secara asal?. Inilah yang berusaha diperjuangkan Kartini saat itu.

Dalam buku tersebut Kartini adalah sosok yang berani menentang adat-istiadat yang kuat di lingkungannya. Dia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya adat-istiadat membedakan berdasarkan asal-usul keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini begitu mengagungkan kehidupan liberal di Eropa yang tidak dibatasi tradisi sebagaimana di Jawa. Namun, setelah sedikit mengenal Islam.

Pemikiran Kartini pun berubah, yakni ingin menjadikan Islam sebagai landasan dalam pemikirannya. Kita dapat menyimak pada komentar kartini ketika bertanya pada gurunya, Kyai Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, sebagai berikut:
Kyai, selama kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa Jawa? bukankah al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”.

Demikian juga dalam surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902 yang isinya memuat, “Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.”

Selain itu Kartini mengkritik peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban, bahkan ia sangat membenci Barat. Hal ini diindikasikan dari surat Kartini kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya berbunyi, “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?”

Selanjutnya di tahun-tahun terakhir sebelum wafat ia menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bergolak di dalam pemikirannya. Ia mencoba mendalami ajaran yang dianutnya, yaitu Islam. Pada saat Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya dan mengkaji isi Al-Qur’an melalui terjemahan bahasa Jawa, Kartini terinspirasi dengan firman Allah SWT (yang artinya), “…mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS al-Baqarah [2]: 257),” yang diistilahkan Armyn Pane dalam tulisannya dengan, “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Demikianlah, Kartini adalah sosok yang mengajak setiap perempuan memegang teguh ajaran agamanya dan meninggalkan ide kebebasan yang menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Beberapa surat Kartini di atas setidaknya menunjukan bahwa Kartini berjuang dalam kerangka mengubah keadaan perempuan pada saat itu agar dapat mendapatkan haknya, di antaranya menuntut pendidikan dan pengajaran untuk kaum perempuan yang juga merupakan kewajibannya dalam Islam, bukan berjuang menuntut kesetaraan (emansipasi) antara perempuan dan pria sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis.

Kini jelas apa yang diperjuangkan aktivis jender dengan mendorong perempuan meraih kebebasan dan meninggalkan rumah tangganya bukanlah perjuangan Kartini. Sejarah Kartini telah disalahgunakan sesuai dengan kepentingan mereka. Kaum Muslim telah dijauhkan dari Islam dengan dalih kebebasan, keadilan dan kesetaraan jender.

Refleksi perjuangan Kartini saat ini sangat disayangkan karena banyak disalah artikan oleh wanita-wanita Indonesia dan telah dimanfaatkan oleh pejuang-pejuang feminisme untuk menipu para wanita, agar mereka beranggapan bahwa perjuangan feminisme memiliki akar di negerinya sendiri, yaitu perjuangan Kartini. Mereka berusaha menyaingi laki-laki dalam berbagai hal, yang kadangkala sampai di luar batas kodrat sebagai wanita. Tanpa disadari, wanita-wanita Indonesia telah diarahkan kepada perjuangan feminisme dengan membawa ide-ide sistem kapitalisme yang pada akhirnya merendahkan, menghinakan derajat wanita itu sendiri.

Sistem kapitalisme sejatinya telah menghancurkan kehidupan manusia, termasuk kaum hawa (perempuan). Akibat diterapkan sistem kapitalisme terjadi himpitan ekonomi sehingga tidak sedikit perempuan lebih rela meninggalkan suami dan anaknya untuk menjadi TKW, misalnya, meskipun nyawa taruhannya. Ribuan kasus kekerasan terhadap mereka terjadi. Mereka disiksa oleh majikan hingga pulang dalam keadaan cacat badan, bahkan di antaranya ada yang akhirnya menemui ajal di negeri orang. Sebagaimana yang dialami derita seorang TKW asal Palu, Susanti (24 tahun), yang kini tak bisa lagi berjalan karena disiksa majikannya (Liputan6.com, 9/3/2010).

Maraknya perdagangan perempuan dan anak-anak (trafficking) pun terjadi. Pada Desember 2009 ditemukan 1.300 kasus perdagangan manusia dan pengiriman tenaga kerja ilegal dari Nusa Tenggara Timur (Vivanews.com, 15/12/2009). Sekitar 10.484 wanita yang berada di Kota Tasikmalaya Jawa Barat rawan dijadikan korban trafficking.

Pasalnya, mayoritas di antara mereka berstatus janda serta berasal dari kalangan yang rawan sosial dengan taraf ekonomi rendah (Seputar-indonesia.com, 1/4/2010). Di Kabupaten Cianjur Jawa Barat kasus trafficking dan KDRT tercatat 548 kasus. Tidak sedikit dari mereka menjadi korban dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersil (PSK) (Pikiranrakyat.com, 23/3/2010). Fakta-fakta tersebut setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa sistem kapitalisme telah gagal dalam memuliakan wanita.

Habis Gelap Terbitlah Islam

Upaya meneladani perjuangkan Kartini seharusnya bukanlah kembali pada ide-ide feminis dengan membawa ide kapitalisme yang absurd melainkan kembali pada sistem syariah Islam (ideologi Islam), yang dalam rentang masa kepemimpinannya selama 13 Abad mampu memposisikan wanita pada kedudukannya yang teramat mulia, maka wajar bila desas desus diskriminasi perempuan ketika diterapkan ideologi Islam tidak pernah terdengar.

Di muka bumi ini, baik laki-laki maupun perempuan diposisikan setara. Derajat mereka ditentukan bukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh iman dan amal shaleh masing-masing.

Sebagai pasangan hidup, laki-laki diibaratkan seperti pakaian bagi perempuan, dan begitu pula sebaliknya. Namun dalam kehidupan rumah-tangga, masing-masing mempunyai peran tersendiri dan tanggung-jawab berbeda, seperti lazimnya hubungan antar manusia.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, laki-laki dan perempuan dituntut untuk berperan dan berpartisipasi secara aktif, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar serta berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah. laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” Demikian firman Allah dalam al-Qur’an (Q.S al-Ahzab: 35).

Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan, bahwa sesungguhnya perempuan itu saudara laki-laki (an-nisâ’ syaqâ’iqu r-rijâl) (HR Abu Dâwud dan an-Nasâ’i).

Meskipun di kalangan Muslim pada kenyataannya masih selalu dijumpai diskriminasi terhadap perempuan, namun yang mesti dikoreksi adalah sistemnya, bukan agamanya. Di tanah kelahirannya sendiri, gerakan feminis dan kesetaraan gender masih belum bisa menghapuskan sama sekali berbagai bentuk pelecehan, penindasan dan kekerasan terhadap perempuan.

Maka sekarang sudah saatnya baik laki-laki dan perempuan berjuang untuk mengganti sistem kapitalisme sekuler dengan sistem Islam yakni dengan menerapkan sistem syariah Islam secara kaffah dalam wadah khilafah Islamiyah sebagai wujud ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena hanya dengan sistem syariah Islam saja wanita dimuliakan. Karena itu saatnya habis gelap, terbitlah Islam dengan syariah dan khilafah.

Andi Perdana G; Ketua umum Majelis Ta’lim Al-Marjan FPIK IPB 2007-2008, (Bendahara Umum Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (LDK BKIM) IPB 2006-2007, Tim laboratorium dakwah Syiar Kampus IPB 2010), web: http://almarjan.wordpress.com/

Pintu Neraka sudah terbuka di uzbekistan

Sebuah fenomena alam yg memberi kiasan akan sebuah tempat yg pastinya semua orang ingin menghindarinya…. Secenery ini wujud di negara Asia Tengah , Uzbekistan… Menakutkan tapi kemungkinan adalah dari lahar gunung berapi atau mulut gunung berapi tersebut… hanya sebagai tatapan… kalau kita masuk dalam itu… tapi penjelasan sebenarnya begini… Tempat ini adalah di Uzbekistan yg digelar oleh penduduk setempat sebagai Pintu ke Neraka… terletak berhampiran dgn sebuah bandara kecil bernama Darvaz.

Kisah ini bermula kira-kira 35 tahun yg lampau. Seorang ahli geologis telah menggali tempat ini untuk mencari gas asli. Secara tiba-tiba semasa penggalian tersebut, mereka telah terjumpa satu jurang besar di bawah tanah. karena terlalu besar sehingga semua peralatan penggalian tersebut telah masuk ke dalam jurang tersebut. Tiada siapapun yg berani turun ke dalam jurang tersebut disebabkan jurang tersebut dipenuhi gas asli bumi. Untuk menghindari gas bumi yang akan mencemarkan bumi, mereka telah menyalakan api di dalam jurang tersebut dan semenjak dari itu sehingga kini, telah 35 tahun lubang ini terbakar tanpa henti walau sesaat.





sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3319829

Selasa, 20 April 2010

Ngeri abiez gan

10 Bantahan Bagi Penentang Jilbab


1. Jilbab pakaian orang Arab

Bantahan: Salah besar! Jilbab pakaian wanita muslimah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut;

Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al-Quran berfirman yang artinya : “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih muda untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang," (Al-Ahzab : 59).

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya serta tidak menampakkan perhiasannya kecuali ( yang biasa ) nampak darinya. Dan hendakkah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka,” ( QS. 24 : 31).

2. Percuma pakai jilbab kalo masih blom baik

Bantahan: Ente merasa blom baik? Kasihan deh lo… orang biasanya pede dengan dirinya orang baik, kok malah merasa belom baik! Trus, kenapa juga gak berjilbab kalo memang pengen baik. Kalau tetep ga mo pake jilbab ga kan pernah baik, lha selalu langgar perintah Allah, gimana mo baik.

Trus, kenapa juga gak berjilbab kalo memang pengen baik. Kalau tetep ga mo pake jilbab ga kan pernah baik, lha selalu langgar perintah Allah, gimana mo baik.

Dan pula, penilaian manusia kadang tidak obyektif. Orang baik bisa dibilang tidak baik, orang tidak baik dibilang baik…cape deh…

Nih, ada cerita sedikit. Menurut ente orang yang baik yang mana, si fulana atau si rahmah… Si Fulana dan Si Ranti sedang ngobrol, berikut obrolannya;

Fulana: Ih, ngapain si Rahmah pake jilbab? Udah kaya orang bener aja! Masih suka ngomongin orang aja! Kesana-sini masih ngerumpi, ngejelekin orang. Ih, sebel! Apalagi gayanya itu, kalo di depan Si Aryo udah sok alim… padahal suruh baca Al-Qur’an aje blom tentu becus! Mending gue, biar baru bisa Al-Fatihah tapi gak gitu-gitu banget deh… Udah gitu suka keluyuran lagi kalo hari senin ama kamis. Katenye sih ngaji?! Alah, paling cari mangsa. Masak ngaji siang hari! Udeh deh, kalo blom bener jangan sok pake jilbal… bla bla bla {masih nyerocos}

Ranti: Hmm!!!!

3. Atas tertutup bawah kebuka!

Bantahan: Ini ledekan yang amat memilukan. Istilah ini dibuat seolah orang yang berjilbab hanya tertutup luarnya saja, tapi gampang menunjukkan auratnya.

Jilbab yang pengertiannya juga hijab (tirai), adalah penghalang seorang muslimah gak hanya dari pandangan lelaki lain, tapi juga penghalang seorang muslimah untuk berbuat maksiat, penghalang seorang muslimah dari perbuatan yang dilarang agama. Perkataan seperti ini biasa dilancarkan orang kafir dan orang-orang Islam yang nggak ngerti.

4. Jilbab? Nggak deh…panasnya itu loh

Bantahan: Ketahuan…blom pernah pake jilbab secara bener! Pake dong yang bener. Di dalam pakai pakaian dalam, trus pake pakaian luar yang panjang. Bagian bawah pakai celana panjang yang longgar (untuk menghindari rok yang tersingkap hingga memperlihatkan betis/aurat), baru pake rok yang juga longgar. Udah coba? Blom kan? Makanya jangan sembarang ngomong kalo blom coba. Tanya yang udah pake, adem banget lagee..

5. Rambut jadi bau!

Bantahan: Setiap rambut juga bau kalo gak pernah di keramas, mau pake jilbab kek, mau nggak, tapi jelas rambut hitam ente tetap terjaga hitam alami. Dari pada panas-panasan rambut jadi merah … plus bau!

6. Ada ninja …

Bantahan: Dari pada ada orang kafir! Pakaian yang anda pake adalah pakaian orang kafir, tahu nggak? Denger nih hadist nabi:

Umar meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Janganlah berpakaian seperti orang-orang yang tidak beriman “.

“Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kaum itu!” hadist ini merupakan peringatan terhadap orang-orang Islam agar tidak mengikuti perilaku nonmuslim.

“Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kaum itu!” hadist ini merupakan peringatan terhadap orang-orang Islam agar tidak mengikuti perilaku nonmuslim.

Ada lagi nih dari hadist nabi; “Barang siapa meniru suatu kaum, dia akan dibangkitkan bersama kaum yang dicontoh-contohkannya itu.”

Mau dibangkitkan di akhirat bersama kaum kafir? Kalo gue, nggak deh …

7. Pake jilbab kok sombong?

Bantahan: Yang gak pake jilbab sombong juga lebih banyak!

8. Jilbab buat susah kerja

Bantahan: Ah, nggak tuh! Kalo tempat kerja yang bener gak mungkin ngelarang orang pake jilbab. Kalo tempat kerja yang nggak bener memang menyuruh para wanitanya untuk berpakaian seksi. Mau kerja di tempat yang gak bener?

9. Pake jilbab biasa aje, kedombrong gitu! Gak modis tau …

Bantahan: Emang jilbab fungsinya menutup aurat kok? Ente tahu gak sih kalo dengan pakaian semacam celana jeans pa*nt*t (maaf) ente yang bah*nol itu masih jadi terkaman mata laki-laki? Ente tahu gak sih kalo yang menyembul dari dada ente masih buat laki-laki serr… Mau jadi tontonan? Terserah (ini yang di istilahkan nabi berpakaian tapi telanjang, wallahu alam). Tapi (seperti kata AA Gym) bukankah lebih baik jadi wanita tuntunan, bukan tontonan!

10. Nanti aje kalee kalo udah tua…

Bantahan: Jaminan dari mane ente bisa hidup ampe tua? Emang ada perjanjiannya? Atau ente punya Sertifikat Jaminan Hidup Sampe Tua? Kalo ada gak apa-apa… boleh aja. Entar kalo udah deket dengan perjanjian saatnya ente meninggal pake deh tuh jilbab, ama perbanyak ibadah!

(PurWD/davidusman)
voa-islam.com