Jumat, 26 Maret 2010

Melejitkan Berkah Ramadhan Dengan Jihad


Ramadhan Bulan Istimewa



Puasa, adalah ciri khas yang terutama di bulan Ramadlan, sebab itulah perintah khusus dari Allah di bulan ini. Meskipun dalam keadaan lapar dan haus karena puasa bukan berarti Ramadlan adalah bulan lemes dan malas. Memang ada yang membuat hadis sendiri, “Tidurnya orang puasa adalah ibadah”[1]. Kalaupun ungkapan itu hadis maka hadisnya tidak shahih.



Meskipun dalam keadaan lapar dan dahaga, seorang muslim tidak boleh malas di tengah puasanya. Ia harus aktif melakukan berbagai ketaatan kepada Allah dan kebaikan kepada sesama manusia. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mendorongnya demikian. Karena banyaknya amal kebaikan yang didorongkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai beliau membuat sebuah perumpamaan, Pada bulan Ramadlan seluruh pintu dibuka dan saluruh pintu nereka dikunci rapat-rapat, serta syetan diborgol tangan dan kakinya.



Makna dari hadis tersebut, bahwa di dalam bulan Ramadlan Rasulullah telah menggelar berbagai ketaatan dan kebaikan, serta menekan semaksimal mungkin faktor-faktor yang memicu terjadinya kejahatan. Selanjutnya, setelah memahami karakter Ramadlan seperti ini maka hendaklah setiap muslim berjuang mengalahkan keinginan-keinginan pribadinya. Dengan kata lain seorang yang berpuasa haruslah berjuang untuk meraih sukses di bulan Ramadlan.



Puasa seorang muslim haruslah diikuti dengan memperbanyak amal ibadah, dan menekan berbagai keinginan yang tidak senafas dengan syari’ah. Tanpa melakukan penaklukan terhadap hawa nafsu, puasa yang dilakukan menjadi tidak bernilai, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,



مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ



“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh darinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya”.(HR al-Bukhari)



Ramadhan dan Jihad



Usaha untuk mengendalikan hawa nafsu termasuk ke dalam salah satu bentuk jihad fi sabilillah. Firman Allah,



وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ



“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (al-Ankabut:69)



Jihad yang disyari’atkan oleh Allah dan RasulNya memiliki beberapa tingkat dan macam. Jihad yang tertinggi, terberat dan terbesar adalah berhadapan dengan musuh umat Islam di medan laga. Firman Allah;



فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا



Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar. (al-Furqan:52)



Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda;



أَمَّا رَأْسُ الأَمْرِ فَالإِسْلاَمُ فَمَنْ أَسْلَمَ سَلِمَ وَأَمَّا عَمُودُهُ فَالصَّلاَةُ وَأَمَّا ذُرْوَةُ سَنَامِهِ فَالْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ



Adapun Pokok persoalannya adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad fi sabilllah (HR Ahmad)



Berbagai macam jihad, dari jihad nafs, jihad amar ma’ruf nahi munkar, hingga jihad kuffar dengan senjata semuanya telah disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadlan ini. Dengan demikian, secara umum, bulan ini bisa dinamakan juga dengan bulan jihad.



Kesalahan Umat Islam



Di abad ke 15 hijriyah ini, bulan Ramadlan dianggap sebagai bulan suci. Anggapan itu muncul karena di bulan ini dilakukan berbagai ritual ibadah. Karena itulah kemudian sebagian kaum muslimin menganggap di bulan ini tidak selayaknya terjadi kekerasan dan pertumpahan darah. Sebab jika terjadi pertumpahan darah, maka orang tidak akan bisa merasa khusyu’ dalam menunaikan berbagai ibadah.



Penilaian seperti ini tampak dari berbagai pernyataan para tokoh yang cukup terpandang, baik di negeri ini maupun di negeri seberang. Di negeri ini, pernah terjadi insiden Monas di tahun 2008 dan bertepatan pada bulan Ramadlan, kemudian di situs milik Gus Dur muncul statemen, “Lebih ironis lagi, kekerasan yang terjadi pada pukul 17.00 WIB ini berlangsung dalam suasana Ramadlan yang dianggap umat Islam sebagai bulan suci yang harus dihormati”.



Sementara itu, di negeri seberang juga berkembang anggapan serupa. Di antara pernyataan yang menandai berkembangnya pemahaman demikian mengalir dari seorang presiden, yakni Presiden Somalia dukungan Amerika, Syaikh Sharif Ahmed. Karena semakin gencarnya serbuan Syabab Mujahidin dan membuat tentara Somalia dan juga tentara Uni Afrika kalang kabut, lalu Syaikh Ahmad meminta para pejuang melepaskan senjata untuk menghormati bulan suci tersebut



Ada lagi penyimpangan di kalangan kaum muslimin yang sudah mengetahui bahwa bulan ramadlan adalah bulan Jihad. Mereka menarik pengertian jihad dari jihadul kuffar dan menfokuskannya pada jihad hawa nafsu. Untuk mengesahkan pendapat mereka itu, mereka bawakan hadis…



رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ اْلأَكْبَرِ قَالُوْا وَمَا الْجِهَادِ اْلأَكْبَرِ ؟ قَالَ جِهَادُ النَّفْسِ



Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, lalu para shahabat bertanya, apakah jihad akbar (besar) itu? Belau menjawab, “Jihad hawa nafsu”



Hadis ini bukanlah hadis yang shahih. Ibnu Hajar di dalam kitab Tasdid al-Qus menyebutkan bahwa kalimat ini adalah kata-kata Ibrahim bin Abi ‘Ublah ketika berada di rumah an-Nasa’i. Karena hadis ini dla’if, maka tidak bisa menjadi pegangan. Bahkan hadis palsu ini bertentangan dengan ayat 52 surat al-Furqan.



Bahkan jika kita menelisik sejarah kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para salafusshaleh, Ramadlan ternyata merupakan bulan untuk berjihad. Fakta sejarah menunjukkan bahwa beberapa peperangan dilakukan pada bulan ini. Bahkan peperangan itu adalah perang-perang yang sangat penting dalam sejarah Islam. Di antara perang-perang yang dilaksanakan pada bulan Ramadlan adalah;



PERANG BADAR KUBRA



Perang badar kubra merupakan perang yang paling penting dalam sejarah Islam. Kalau dilihat dari jumlah pasukan memang tidak seberapa, hanya 1000 orang dari pihak musyrikin dan 300 orang dari pihak kaum muslimin. Namun dilihat dari perannya memiliki nilai yang amat strategis.



Al-Qur’an menyebut perang Badar Kubra ini dengan perang pembeda (yaumul Furqan). Yaitu pembeda antara al-haq dan bathil, al-Haq ada di pihak Islam dan al-bathil ada di pihak musyrikin Quraisy.



Pada hari tersebut rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memanjatkan doa, menengadahkan tangannya kelangit, dengan sepenuh hati beliau berdoa kepada Allah hingga selendang beliau terlepas dari kedua pundak beliau, beliau mengucapkan;



اللَّهُمَّ إِنَّ هَذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ جَاءَتْ بِخَيْلِهَا وَخُيَلاَئِهَا تَرْجُوْ نَبِيَّكَ، اللَّهُمَّ أَنْجِزْ وَعْدَكَ فِي قُرَيْشٍ، اللَّهُمَّ إْنْ تَهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةُ فَلَنْ تُعْبَدَ فِي اْلأَرْضِ أَبَدًا



Ya Allah, orang Quraisy telah datang dengan pasukan mereka dan juga dengan kesombongan mereka. Mereka berharap bisa menghabisi nabiMu, Ya Allah penuhilah janjiMu terhadap Quraisy. Ya Allah, jika kelompok ini kalah maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini selamanya



Doa tulus yang dipanjatkan oleh manusia terbaik, Rasulullah dan diiringi dengan usaha keras yang ikhlas dari para shahabat baik Muhajirin maupun Anshar, menyebabkan turunnya pertolongan Allah dan datanglah kemenangan kemenangan yang besar, sebagaimana firman-Nya;



قَدْ كَانَ لَكُمْ آَيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ



Sesungguhnya Telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang Telah bertemu (bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Ali Imran:13)



وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ



“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran: 123)



FATHU MAKKAH



Fathu Makkah termasuk peristiwa kedua yang paling penting dalam perjalanan hidup Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Kota ini memiliki peran yang sangat strategis di jazirah Arab, yaitu sebagai tempat untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, juga sebagai pusat pertemuan manusia dari seluruh penjuru dunia.



Dakwah Islam tidak akan bisa berkembang ke seluruh penjuru dunia, bahkan jazirah Arab pun tidak akan mungkin, tanpa menguasai kota Makkah ini. Sementara itu para penyembah berhala masih menguasainya selama delapan tahun sejak hijrahnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Kekuasaan ini tentunya akan menghambat akses Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin untuk berda’wah. Sementara kaum Quraisy adalah sandungan utama dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.



Berbagai pertempuran antara kaum Muslimin dengan penduduk kota Makkah yang terlah terjadi berulang kali. Kemenangan pun silih berganti. Tetapi dengan berakhirnya perang Ahzab, dimana kaum Quraisy telah mengerahkan pasukan terbanyaknya, melibatkan 10.000 tentara, tetapi tidak sangup menghancurkan pasukan kaum muslimin, menjadikan posisi Islam semakin diperhitungkan.



Quraisy benar-benar memperhitungkan kekuatan kaum muslimin, hingga ketika beliau hendak memasuki kota Makkah untuk melakukan ibadah haji, meskipun tanpa membawa senjata, kaum Quraisy tidak berani berbuat lebih. Akhirnya mereka membuat perjajian dengan kaum muslimin yang disebut dengan perjanjian Hudaibiyyah.



Ketika kaum Quraisy mengkhianati perjanjian itu, maka segera rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Makkah. Saat itu beliau berdo’a kepada Allah



اللَّهُمَّ خُذِ الْعُيُوْنَ وَاْلأَخْبَارَ عَنْ قُرَيْشٍ حَتَّى نَبْغَتَهَا فِي دَارِهَا



Ya Allah ambillah pandangan dan berita dari orang Quraisy, sehingga kami bisa menyergap mereka di dalam negeri mereka



Benarlah janji Allah, kaum Quraisy tidak menyadari pergerakan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pasukannya. Mereka baru mengetahui gerakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah kota Makkah dikepung dengan puluhan ribu pasukan. Maka pasukan kaum muslimin pun berhasil memasuki kota Makkah tanpa perlawanan sama sekali. Dan Fathu Makkah merupakan awal mula hilangnya keterasingan islam, islam menjadi mulia di pertengahan semenanjung arab dan runtuhlah kekuasaan penyembah berhala.”



PERANG MU’TAH



Pada tahun kedelapan Hijriah, Rasulullah saw. mengirimkan pasukannya ke wilayah Syam. Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan yang membawahi 3.000 prajurit khusus, tanpa memobilisasi kaum muslimin Madinah. Saat itu Rasulullah saw. berpesan, "Jika Zaid gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Ja‘far bin Abu Thalib. Jika Ja‘far bin Abu Thalib gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah."



Pasukan kaum Muslim berjalan hingga di Mu’an, kawasan Syam. Di sana mereka mendapatkan informasi bahwa pasukan Hiraklius telah tiba di Ma’ab, dengan membawa 200.000 tentara. Mendengar informasi tersebut kaum muslim sedikit terpengaruh. Namun, Abdullah bin Rawahah memberikan support kepada mereka seraya berkata, "Wahai kaum Muslim, demi Allah, sesuatu yang kalian takuti sebenarnya adalah perkara yang kalian cari selama ini, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh atas dasar jumlah yang besar dan kekuatan yang besar, tetapi atas dasar agama Islam ini, dengan itu Allah memuliakan kita. Berangkatlah kalian, niscaya kalian akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, kemenangan atau mati syahid."



Setelah melalui pertempuran yang sengit, Zaid bin Haritsah gugur terkena lemparan tombak musuh. Bendera diambil-alih oleh Ja‘far bin Abu Thalib. Peperangan pun semakin sengit Ja’far terus menyerang musuh hingga gugur.



Meskipun Abdullah bin Rawahah semula memotifasi kaum muslimin untuk tetap maju perang, awalnya diapun ragu-ragu. Tetapi kemudian ia berkata, "Wahai diriku, aku bersumpah, engkau harus terjun ke medan perang. Engkau harus terjun ke medan perang, atau aku yang akan memaksamu terjun….Wahai diriku, apabila engkau tidak terbunuh, maka engkau tetap akan mati. Itulah kendali kematian yang telah mengenaimu. Apa yang engkau idam-idamkan telah diberikan kepadamu. Apabila engkau menjalankan perbuatan dua orang (maksudnya Zaid bin Haritsah dan Ja‘far bin Abu Thalib), maka engkau memperoleh petunjuk." Kemudian Abdullah bin Rawahah terjun ke medan perang hingga gugur sebagai syahid.



Setelah Abdullah bin Rawahah gugur, kaum Muslim kemudian mengangkat Khalid bin Walid sebagai komandan perang. Ia melanjutkan peperangan melawan musuh hingga menjelang malam. Pada malam harinya kaum Muslim berunding dengan Khalid bin Walid dan memutuskan untuk mengalahkan musuh dengan menggunakan siasat guna. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum Muslim pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu beterbangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan kaum Muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, berperang dengan 3.000 orang saja kewalahan, apalagi jika datang pasukan bala bantuan. Karena itu, pasukan musuh akhirnya meundur dari medan perang.



Mundurnya pasukan Romawi membuat paukan kaum muslimin lega. Yang mengagumkan, dalam pertempuran yang sangat dahsyat, hanya 12 orang yang syahid. Sementara dari pihak Romawi berpuluh-puluh orang tewas.



PERANG TABUK



Perang tabuk adalah peperangan terakhir yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Peperangan ini dipicu oleh rencana raja Romawi untuk menyerang Madinah, sebagai balas dendam atas kekalahannya di perang Mu’tah. Munculnya berita ini menunjukkan bahwa kaum muslimin tidak saja disegani oleh penduduk Jazirah Arab, tetapi juga ditakuti oleh negara adi daya Romawi.



Mendengar berita itu, Rasulullah segera memobilisasi kaum muslimin untuk menghadapi pasukan Romawi. Di tengah musim panas yang ekstrim, dengan kondisi perjalanan yang sangat berat, Rasulullah berhasil mengumpulkan pasukan dengan kekuatan sebesar 30.000 orang. Saat itu seluruh penduduk Madinah yang tidak ada udzur berangkat berjihad, kecuali tiga orang, yaitu Ka’b bin Malik, Murarah bin Rabi’ dan Hilal bin Mu’awiyah.



Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam berangkat menuju Tabuk, Raja Romawi telah mendengarnya. Mengetahui besarnya jumlah pasukan yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, ia teringat kekalahannya di Mu’tah. Jika 200 ribu dapat dikalahkan oleh 3000 orang, maka berapakah jumlah pasukan yang sanggup mengalahkan 30.000 orang? Karena itulah raja Romawi memilih untuk membatalkan rencana penyerangan terhadap kaum muslimin. Meskipun demikian Rasulullah tetap melanjutkan perjalanan hingga di Tabuk. Di sana beliau tinggal selama 20 hari dan membuat perjanjian dengan beberapa penguasa lokal.



Seusai perang Tabuk, Allah menurunkan wahyu kepada kaum muslimin yang berisi peringatan agar kaum muslimin tidak merasa berat untuk memenuhi seruan jihad. Firman Allah, ”Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (at-Taubah:38-39)



PERANG QADISIYYAH



Tahun ke 15 Hijriyah adalah tahun penaklukan bagi umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu Umat Islam menghadapi dua peperangan besar dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu perang Yarmuk dan Perang Qadisiyyah. Namun peperangan yang terjadi di bulan Ramadlan adalah perang Qadisiyyah.



Perang Qadisiyah ini melibatkan 3000 pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqash. Pada saat itu pasukan kaum muslimin berhadapan dengan pasukan penyembah api yang berjumlah 4 kali lipat. Pasukan musuh saat itu dipimpin oleh seorang panglima kenamaan, Rustum Farrokhzad.



Pada pertempuran ini Sa'ad sendiri tidak bisa memimpin pasukannya secara langsung karena sakit bisul yang parah. Tetapi dia tetap memonitor jalannya pertempuran. Pada mulanya pasukan kaum muslimin kalang kabut menghadapi pasukan Persia yang sangat banyak dan berkendaraan gajah. Problem paling serius yang dihadapi adalah kesulitan menghalau gajah-gajah itu.



Tetapi pada hari berikutnya, kaum muslimin menggunakan taktik yang cerdik untuk menakut-nakuti gajah Persia yaitu dengan memberi kostum pada kuda-kuda perang. Terlebih lagi dengan datangnya tambahan pasukan yang telah berhasil memenangkan perang Yarmuk. Taktik ini menuai sukses sehingga gajah-gajah Persia ketakutan. Bahkan setelah kekalahan pasukan gajah ini, datanglah pertolongan Allah subhanahu wata’ala. dengan terjadinya badai pasir yang mengarah ke pasukan Persia sehingga melemahkan barisan mereka. Kesempatan emas ini segera dimanfaatkan untuk menggempur pasukan Persia, bahkan panglima mereka Rustum tertangkap lalu dipenggal lehernya.



Setelah pertempuran ini, pasukan muslim terus mendesak masuk dengan cepat sampai ke ibukota Persia, Mada'in. Tunduknya Mada’in menandai hancurnya kekaisaran Persia dan menjadikannya sebagai daerah muslim sampai dengan saat ini.



Khatimah



Dari perjalanan sejarah tersebut tampak dengan jelas dan nyata bahwa berkah Allah diturunkan kepada hambaNya di bulan Ramadlan, dan dengan usaha yang benar. Setiap usaha akan mendapatkan berkah, dan semakin keras dan sungguh-sungguh maka keberkahan yang diturunkan oleh Allah akan semakin besar. Jika di bulan yang penuh dengan berkah ini diisi dengan jihad nafs, maka keberkahan dari Allah akan turun dengan memberikan ketenangan di dalam hati. Dan jika di bulan yang penuh berkah ini diisi dengan jihadul kuffar, maka Allah akan menurunkan berkah yang lebih besar lagi, berupa tamkin bagi ummat ini.



Firman Allah,



وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ



”Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (an-Nur:55)


[1] Ada hadis yang semakna dengan ungkapan tersebut, diriwayatkan dari Abu Aufa oleh al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, dan dari Ibnu Mas’ud oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul-‘Auliya’ dengan lafal



نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ



Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, dan do’anya dikabulkan, dan amalnya dilipat gandakan



Hadis ini dla’if, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh nashiruddin al-Albani di dalam adl-Dla’ifah nomor 4696





[muslimdaily.net/abu nurul izzah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar