Selasa, 28 September 2010

Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Minoritas

Prasangka dan Diskriminasi
Terhadap Minoritas

Definisi prasangka sendiri ialah sebuah sikap yang menganggap suatu hal negatif ataupun positif. Namun prasangka sendiri lebih cenderung didefinisikan sebagai sebuah prasangka buruk atau negatif pada suatu hal. Sedangkan diskriminasi ialah kelanjutan dari prasangka. Jika prasangka berasal dari sebuah sikap dari dalam diri manusia, diskriminasi merupakan perwujudan dari sikap tersebut atau dengan kata lain diskriminasi ialah bentuk tindakan dari seseorang yang sedang berprasangka.
Sedangkan Menurut Theodorson & Theodorson, (1979: 115-116): Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Tak jauh berbeda, PBB juga mendefiniskan diskriminasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya. Namun dalam arti tertentu diskriminasi mengandung arti perlakuan tidak seimbang terhadap sekelompok orang, yang pada hakekatnya adalah sama dengan kelompok pelaku diskriminasi.
Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berprilaku tidak diskriminatif. Dalam kehidupan sosial yang penuh persaingan seperti ini sikap sikap seperti ini tidak dapat dihindari. Keinginan seseorang untuk mendapatkan posisi sosial yang lebih baik memicu timbulnya prasangka dan diskriminasi, baik terhadap kelompok maupun individu. Acap kali antara prasangka dan diskriminasi menjadi sulit dipisahakan karena sudah menjadi sebuah kesatuan.
Beralih kepada obyek prasangka dan diskriminasi. Biasanya kelompok atau individu yang menerima sebuah prasangka dan diskriminasi dapat digolongkan sebagai kelompok minoritas. Namun tidak selamanya seperti itu. Kita lihat pendapat Theodorson & Theodorson, mereka berpendapat kelompok minoritas [minority groups] adalah kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama, atau sukubangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka [prejudice] atau diskriminasi istilah ini pada umumnya dipergunakan bukanlah sebuah istilah teknis, dan malahan, ia sering dipergunakan untuk menunjukan pada kategori perorangan, dari pada kelompok-kelompok. Dan seringkali juga kepada kelompak mayoritas daripada kelompok minoritas.
Sebagai contoh kaum wanita yang sering mendapat prasangka atau diskriminasi bahwa mereka lebih lemah dan tidak berhak atas sesuatu posisi tertentu dari kaum laki laki padahal secara kuantitas mereka jelas bukan kaum minoritas. Mengapa bisa demikian?. Sebaliknya, sekelompok orang, yang termasuk telah memperoleh hak-hak istimewa [privileged] atau tidak didiskriminasikan, tetapi tergolong minoritas secara kuantitatif, tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok minoritas. Oleh karenannya istilah minoritas tidak termasuk semua kelompok, yang berjumlah kecil, namun dominan dalam kekuasaan atau politik. Akibatnya istilah kelompok minoritas hanya ditujukan kepada mereka, yang oleh sebagian besar penduduk masyarakat dapat di jadikan obyek prasangka atau diskriminasi.
Di Indonesia sendiri banyak sekali kelompok minoritas yang terkena prasangka ataupun diskriminasi. Diskriminasi sendiri terdiri dari:
1. Diskriminasi Umur
Diskriminasi ini terjadi jika seorang individu mendapatkan perilaku yang tidak sama atau tidak adil dikarenakan dia berada dalam kelompok umur tertentu. Contohnya para remaja yang baru mengijak dewasa dicap sebagai individu yang rawan terhadap kenakalan dan aktifitas yang menimbulkan keresahan seperti tawuran dll. Oleh karena itu timbullah istilah kenakalan remaja.
2. Diskriminasi Gender
Mereka yang biasa dianggap memiliki kelainan Gender atau jenis kelamin juga sering kali mendapat perilaku yang tak adil dari masyarakat. Contohnya kaum waria yang sering diperlakukan tak adil oleh masyarakat hanya karena pilihan hidup mereka yang sedikit berbeda.


3. Diskriminasi Kesehatan
Orang orang yang memiliki kekurangan fisik atau biasa disebut dengan cacat juga menjadi sasaran prasangka dan diskriminasi yang amat mencolok dikalanagan kita. Padahal itu semua bukan keinginan mereka tapi apa daya mereka hanya bisa menerima dan mendapat perlakukan yang tidak adil.
4. Diskriminasi ras/suku bangsa/etnis
Hal yang paling mencolok dari diskriminasi diatas yang terjadi di Indonesia tentunya ialah diskriminasi etnis/suku bangsa. Kita tahu sendiri jika Indonesia memliki keanekaragaman budaya yang sangat banyak dan kita mengakui itu semua. Namun pengakuan itu tak selalu berjalan mulus. Contoh yang paling mudah ialah ketika masa masa orde lama dan memuncak pada orde baru. Diskriminasi terhadap etnis sangat menonjol ketika itu. Etnis Tionghoa dicap sebagai orang non pribumi karena agama mereka yang mayoritas Tri Dharma, budis, Nasrani yang mendapat perlakuan yang sangat diskriminatif baik dari pemerintah maupun masyarakat. Contoh nyata yang terjadi ialah ketika oleh Pemerintah Soeharto dikeluarkan beberapa Keputusan Presiden seperti: Pelarangan Sekolah dan Penerbitan berbahasa Cina; keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966 mengenai Penggantian Nama; Instruksi Presiden No. 14/1967, yang mengatur Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Keturunan Cina. Keputusan Presiden No.240/1967 mengenai Kebijakan pokok yang menyangkut WNI keturunan Asing, serta Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/1967 tentang bijaksanaan pokok penyelesaian masalah Cina (Thung, 1999: 3-4). Semua ini membuktikan amat kentalnya aroma diskriminatif pada saat itu.
5. Diskriminasi Agama
Belakangan ini jenis diskriminasi ini juga banyak dijumpai di Indonesia. Beberapa aliran agama yang dianggap menyimpang menjadi obyek diskriminasi masyarakat. Mulai dari jama’ah ahmadiyah yang mengangkat nabi baru hingga Lia Eden yang mengaku utusan malaikat jibril.
Kesimpulannya mereka yang terdiskriminasi dan mendapat prasangka tadi kebanyakan merupakan kelompok kelompok minoritas. Bukan berarti mereka yang jumlahnya kecil tapi mereka yang mendapat prasangka dan diskriminasi dari orang orang yang berkuasa atau yang memiliki otoritas lebih.
Ada beberapa bentuk penerimaan kultural budaya yang bisa terjadi, antara lain:
1. Asimilasi
Keadaan dimana kelompok minoritas harus menerima budaya dan bergabung kedalam kelompok yang lebih dominan. Mereka yang dominan memiliki sifat etnosentrisme dimana mereka memanggap bahwa kelompok merekalah yang paling baik atau paling benar. Permodelannya sebagai berikut.
A+B+C=A
A sebagai kelompok dominan tetap dapat mempertahankan budayanya dan memaksa kelompok lain mengikutinya.
2. Amalgamasi
Bentuk ini dianggap paling adil dan paling baik oleh masyarakat karena kebudayaan yang ada dari masing masing kelompok dilebur menjadi satu sehingga muncullah kebudayaan baru.
Permodelannya sebagai berikut.
A+B+C=D
D ialah budaya baru yang dihasilkan oleh percampuran budaya budaya yang sudah ada.
3.Pruralisme Budaya
Berbeda dengan bentuk yang lain. Pada pruralisme budaya tak ada budaya yang mendominasi ataupun minoritas. Disini semua kebudayaan tetap dipertahankan dan berjalan sendiri sendiri dan saling menghormati sehingga diharapkan tak ada kebudayaan yang hilang.
Permodelannya sebagai berikut.
A+B+C=A+B+C
Semua kebudayaan memiliki kedudukan sama satu dengan yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar